MENGENAL DIRI, MENGENAL TUHAN




Untuk apakah manusia diciptakan? Al Qur’an menjelaskan, “Tidaklah manusia dan jin kuciptakan kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” Dituliskan dalam Futuhat al Makkiyah, karya Ibnu Arabi, bahwa sahabat Ibu Abbas menjelaskan kata “liya’buduni” [beribadah kepada-Ku] dalam ayat di atas berarti “mengenal dan mengetahui diri-Ku”.
Sebuah hadits Qudsi berbunyi, “Tuhan adalah khazanah tersembunyi, dan Dia ingin agar dia dikenali, maka dia menciptakan alam semesta.”

Di dalam Al Quran dijelaskan, “Kami akan memperlihatkan tanda-tanda Kami di segenap cakrawala dan jiwa mereka sendiri, sampai jelas bagi mereka bahwa Dia adalah Mahabenar.” (QS. 41: 53) Dalam ayat lain dinyatakan, “Dan di atas bumi ada tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan juga dalam dirimu. Apakah kamu tidak perhatikan?” (QS. 51: 20-21)

Salah satu kerinduan mendasar manusia, adalah kerinduan untuk mengetahui untuk apa dia diciptakan, sekaligus kerinduan pada yang menciptakannya. Kerinduan itu hanya terobati ketika telah hadir di dalam benak dan hatinya sebuah pengertian: yaitu pengertian menyangkut Tuhan, makna keberadaan manusia, dan hakikat alam semesta.
Sesungguhnya manusia diberi akal budi untuk merenungkan hal-hal tersebut, hingga memiliki pengertian yang utuh: sebuah pengertian yang membuatnya memiliki keyakinan bulat akan keberadaan-Nya, sekaligus memandunya untuk berpikir, berbicara, berkehendak dan bertindak benar sesuai ajaran-Nya. Melalui perenungan mendalam terhadap ayat-ayat yang tersebar di alam semesta maupun di dalam diri manusia sendiri, manusia bisa mencapai kondisi ini.

Peradaban Islam, telah dihiasi khazanah keilmuan yang membahas masalah ini secara sangat kaya dan menakjubkan, membantu memuaskan dahaga para pencari kebenaran. Karena itu, memadukan kemampuan akal budi kita untuk merenung, dengan kesediaan untuk belajar dari tradisi kearifan yang dirangkai generasi demi generasi oleh para Muslim yang bijak, merupakan sebuah pilihan yang tepat. Itu akan mengantarkan kita pada kebenaran yang kita cari.

Seorang ulama yang hidup pada abad 12 Masehi, yaitu Muhammad Rasyid Al Din Maybudi, menulis buku berjudul Kasyf Al Asrar, yang merupakan pentakwilan terhadap ayat-ayat Al Qur’an. Menjelaskan “Kami akan memperlihatkan tanda-tanda Kami di segenap cakrawala dan jiwa mereka sendiri…”, dia menulis:
“Dalam ayat ini Allah berkata, mengapa engkau tidak melihat dirimu sendiri, dan merenungkan susunan strukturmu sendiri? Tuhan semesta alam telah menuliskan banyak hikmah yang baik dan berbagai kenyataan hasil karya pena kelembutan abadi di atas lembaran struktur ini. Di atasnya, Dia telah mengukirkan berbagai jenis keindahan seni dan berbagai macam kemuliaan. Dia membuat kepala yang bulat – tenda akal dan tempat pertemuan pengetahuan – menjadi biara-biara panca indera. Jika seseorang memandang lembah struktur ini, manusia yang terdiri dari berbagai susunan ini, mempunyai nilai, maka itu lantaran akal dan pengetahuan yang dimilikinya. Nilai manusia terletak pada akal dan makna pentingnya dalam pengetahuan, kesempurnaannya dalam akal dan keindahannya dalam pengetahuan.

Allah menciptakan dahi manusia seperti sepotong perak. Dia merentang kedua busur alis matanya dengan kasturi murni. Dia tuangkan dua titik cahaya matanya ke dalam dua piala kegelapan. Dia menumbuhkan ratusan ribu mawar merah di kedua pipinya. Dia menyembunyikan dua pertiga giginya laksana untaian mutiara di kulit tiram mulutnya. Dia tutup mulutnya dengan akik berkilauan. Dari pangkal kedua bibirnya hingga ujung tenggorokannya, Dia ciptakan dua puluh sembilan lorong jalan, dengan menjadikannya sebagai tempat artikulasi dua puluh sembilan huruf. Dari kalbunya, Dia angkat seorang raja, dari dadanya tempat parade kerajaan, dari aspirasinya gunung yang tinggi menjulang, dari pemikirannya utusan yang tangkas. Dia ciptakan dua tangan untuk memegang, dan dua kaki untuk berlari dan berjalan.

Semua yang disebut di atas tak lain hanyalah jubah penciptaan dan keindahan wilayah lahiriah. Di luar dan di balik ini adalah kesempurnaan dan keindahan batiniah. Untuk sesaat, renungkanlah kelembutan-kelembutan dan kebaikan-kebaikan Tuhan serta jejak-jejak perhatian dan kepedulian Ilahi yang telah mengatur segenggam tanah. Lihatlah berbagai macam kehormatan dan keutamaan khusus dari kedekatan yang ditempatkan-Nya di dalam diri manusia. Sebab, Dia menciptakan seluruh kosmos, tapi Dia tidak menatap sesuatupun dengan sorot mata Cinta, Dia tidak mengirim seorang utusanpun kepada sesuatu yang ada, Dia tidak mengirimkan pesan apapun kepada makhluk. Ketika tiba giliran anak-anak Adam, Dia angkat mereka dengan kelembutan serta mengusap dan membelai mereka dengan anugerah dan tambang cahaya. Dia jadikan rahasia terdalam batin mereka sebagai tempat pandangan-Nya sendiri, Dia mengirim utusan-utusan kepada mereka, Dia utus para malaikat untuk menjaga dan melindungi mereka, Dia sulut api cinta dalam kalbu mereka, dan Dia buat mereka terus menerus rindu serta terdorong untuk meraih berbagai hasrat dan keinginan.

Tujuan seluruh kata dan kiasan ini adalah menunjukkan bahwa manusia hanyalah segenggam tanah. Kemuliaan dan kehormatan apapun yang diterima manusia berasal dari kelembutan dan perhatian Tuhan Mahasuci dan Mahakuasa. Manakala Dia memberi karena kemurahan-Nya sendiri semata-mata, bukan karena engkau layak menerimanya. Dia memberi karena kedermawanan-Nya, bukan karena engkau sujud pada-Nya. Dia memberi melalui anugerah dan rahmat-Nya, bukan karena amal-amal kebaikan yang engkau kerjakan. Dia memberi karena Dia adalah Tuhan, bukan karena engkau tuan tanah.”

Demikianlah, kita adalah setitik debu yang telah Dia beri kemuliaan, berupa kemampuan untuk mengenal-Nya, bahkan menjadi satu-satunya ciptaan di mana segenap rahasia-Nya tersimpan. Menjadi tugas kitalah, dengan kekuasaan dan kebebasan yang Dia berikan kepada kita, untuk berikhtiar menjaga kemuliaan ini, dengan menghiasi pikiran dan hati kita dengan pengertian yang benar tentang-Nya, dengan makrifat kepada-Nya.

Semoga Allah melimpahkan bimbingan dan petunjuk-Nya pada kita. Amiin.

1 Response to "MENGENAL DIRI, MENGENAL TUHAN"



Laku spiritual adalah proses bertumbuhnya pengalaman keilahian, wujudnya adalah menjadi penuh dengan daya, penuh kebijaksanaan, penuh kecerdasan, penuh kreatifitas, penuh welas asih.


Setyo Hajar Dewantoro
Founder of Mahadaya Institute


Buku

Buku Medseba Buku Sastrajendra Buku Suwung Buku Sangkan Paraning Dumadi Buku Jumbuh Kawula Gusti Buku Tantra Yoga Buku Kesadaran Matahari Buku Kesadaran Kristus

Kegiatan