“LAKU SPIRITUAL SATRIA PINANDHITA
Pengelanaan Menggapai Pencerahan di Bumi Nusantara”
Ukuran: 15 cm x 23 cm
Jumlah Halaman: 284 + xi halaman
Buku ini, membabarkan
catatan dan perenungan penulis selama menjalankan spiritual odyssey yang
dilakukan pertama kali pada tahun 2008, dan makin makin intensif sejak 2010. Terpapar
satu kisah perjuangan untuk menggapai kesejatian, sekaligus proses
penggemblengan diri menjadi satria pinandhita. Itu semua disajikan lewat cerita
yang mengalir, bersahaja, namun penuh bobot filosofis yang berakar pada tradisi
spiritualitas Jawa.
Perjalanan ke
patirtan/pepunden/petilasan leluhur, yang bisa disebut juga dengan tirthayatra,
ziarah ataupun spiritual odyssey, adalah sebuah laku penting bagi spiritualis
Jawa. Itu adalah jembatan untuk
menggapai keselarasan diri dengan semesta dan segenap unsurnya (manunggaling
jagad alit lan jagad ageng). Penulis seperti dimudahkan untuk terus menerus
berkelana. Kiranya itu merupakan dukungan semesta agar penulis bisa menggapai
tataran keilmuan yang lebih sempurna dan menjalankan peran sebagai penyampai
ajaran-ajaran kadewatan yang diwariskan para leluhur.
Melalui buku ini, para pembaca
diajak untuk mengetahui bahkan merasakan petualangan di berbagai tempat yang
dipandang sakral, mulai dari Petilasan Ki Ageng Kebo Kenanga di Selo, Boyolali,
hingga Hutan Kramat Dayak Loksado Kalimantan Selatan. Lewat buku ini, para pembaca bisa mendapatkan
wawasan soal tata cara dan kegunaan dari sebuah prosesi manembah di
tempat-tempat yang merupakan simpul berhubungan dengan para leluhur.
Bagi siapapun yang tergerak
oleh kerinduan untuk mengenali tradisi spiritual Jawa, dan membutuhkan
kemantapan untuk menekuni jalan tersebut, pengalaman penulis bisa menjadi
inspirasi. Penulis secara nyata
mengalami lika-liku perjuangan untuk menjadi “diri sendiri”, dengan segenap
onak dan durinya. Bagaimana di tengah
lingkungan yang secara umum tidak peduli terhadap tradisi spiritual dan budaya
luhur yang lahir di negeri ini, penulis tetap memegang teguh apa yang menjadi
kesadarannya – dan itu dilakukan dengan jalan yang menciptakan harmoni dengan
lingkungan sekitar.
Tentang Penulis:
Setyo Hajar Dewantoro, lahir
dari keluarga Jawa-Sunda. Kakek dan
nenek penulis dari jalur ayah, diketahui sebagai pemeluk Agama Pransuh,
sementara dari pihak Ibu, secara umum keluarga besar penulis merupakan pemeluk
Islam tradisional yang taat. Di masa
kecil, penulis dididik di lingkungan Islam tradisional: mengaji di Mushola,
tarawihan, dan sebagainya. Pada masa
remaja hingga dewasa awal, penulis sempat menjadi bagian dari kelompok-kelompok
Islam modernis bahkan transnasional. Di
bidang keorganisasian, penulis pernah menjadi aktivis di Pelajar Islam
Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam dan berbagai organisasi berlatar Islam
lainnya.
Sebagai bagian dari
pengembaraan intelektual dan spiritual, penulis juga pernah bergabung dengan
komunitas di mana Gus Dur dan Nurcholis Madjid – dua orang yang dikenal sebagai
pembaharu Islam di jaman modern – menjadi lokomotifnya. Lalu, melengkapi itu semua, penulis sempat
belajar sufisme dari seorang Mursyid Tarikat Syatariyah di Cirebon, juga apa
yang dikenal sebagai ilmu hikmah yang mengandalkan kekuatan wirid – juga di
Cirebon.
Hingga pada akhirnya,
kehidupan mendamparkan penulis pada pengelanaan di berbagai tempat yang disakralkan
para pelaku spiritual Nusantara: sejak 2008 dan mulai intensif sejak 2010,
hampir setiap minggu penulis melakukan manembah di pepunden, petilasan, atau candi. Penulis juga belajar tentang tradisi
spiritual lokal, dari berbagai sesepuh: di Cirebon, Solo, Yogya, Karanganyar,
Tulungagung, Jakarta, yang masing-masingnya itu memiliki pandangan spesifik
tentang spiritualitas Jawa. Justru,
banyaknya guru itu yang membuat penulis memancangkan tekad: menjadi diri
sendiri. Guru adalah jembatan untuk
menapaki tataran spiritual yang lebih tinggi, tetapi kita harus menjadi diri
kita sendiri – terlebih pada akhirnya, kita harus bisa terbimbing oleh guru
sejati di dalam diri kita sendiri.
Dalam keseharian, penulis
bekerja sebagai seorang social entrepreneur yang bekerja melalui beberapa
lembaga non-pemerintah, peneliti, pendidik, trainer, sembari merintis beberapa bisnis.
TATA CARA PEMESANAN
Harga buku
Rp. 60.000 (Belum termasuk ongkos kirim)
Untuk Pemesanan lebih dari 10 ex, mendapatkan diskon 30 %.
Pencetakan buku akan dilakukan dengan cara Print On Demand
Bagi yang berminat bisa order melalui beberapa cara
berikut :
- Order via email ke setyohd@mail.com [format pemesanan : sebutkan jumlah buku yg akan dibeli, nama pemesan & alamat lengkap pengiriman]
- Order via SMS ke nomor 082126398355 [format pemesanan : sebutkan jumlah buku yg akan dibeli, nama pemesan & alamat lengkap pengiriman]
- Order via inbox di facebook: http://www.facebook.com/satria.pengging [ format pemesanan : sebutkan jumlah buku yg akan dibeli, nama pemesan & alamat lengkap pengiriman ]
Ceritain Loksado dikit......
ReplyDeleteSuku Dayak Loksado, tinggal di sekitar perbukitan Meratus. Hidup berdampingan dengan orang Banjar. Untuk sampai ke perkampungannya, naik motor atau mobil sekitar 1 jam dari Kandangan, jaraknya sekitar 40 km.
ReplyDeleteSebagaimana komunitas Dayak lainnya, pada dasarnya mereka memeluk agama lokal, yang ditandai oleh ritus penghormatan pada leluhur. Salah satu simpul untuk berhubungan leluhur ini adalah hutan kramat. Di hutan ini, ada satu tempat di mana sesaji diberikan dan ritus penghormatan dilakukan.
Dan sebagaimana pada komunitas Dayak lainnya, di Loksado juga terdapat para balian yang memegang fungsi sebagai pemimpin spiritual, dan menjalankan peran sebagai shaman, penyembuh.
saya dua kali kesana mentok di Tanuhi-sumber air panas. thx
ReplyDeleteSampun dipun tampi bukunipun.....lan font-ipun sae sanget amargi ngangge centhelan kuping....
ReplyDeleteSalut. Teruslah berkarya. Masih panjang perjalan menuju cita-cita. Pungutlah segala remah-remah hikmah di tengah perjalanan. Jadikanlah mutiara yang berharga.
ReplyDeleteSD SLb