Arjuna
merupakan seorang tokoh ternama dalam dunia pewayangan dalam
budaya Jawa Baru. Beberapa ciri khas Arjuna versi pewayangan mungkin berbeda
dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sanskerta. Dalam dunia pewayangan, Arjuna digambarkan sebagai seorang kesatria yang gemar berkelana, bertapa, dan berguru. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sokalima, ia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan
Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa
Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Ia dijadikan kesatria unggulan para dewa
untuk membinasakan Prabu
Niwatakawaca, raja raksasa
dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di
Kahyangan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah
pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera),
Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada).
Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata.
Aktualisasi Spirit Arjuna
Arjuna menggambarkan kompleksitas bahkan kekontradiktifan
sifat-sifat manusia. Di dalam diri
Arjuna, berkumpul karakter yang dinilai oleh mayoritas manusia sebagai
kebajikan, seperti semangat membela kebenaran dan keadilan, kejujuran,
kegemaran laku prihatin, kelembutan dan kasih sayang, dan berbagai kebajikan
lainnya. Pada saat yang sama, ia
memiliki track record yang sangat mungkin dinilai buruk oleh para moralis. Arjuna bisa menjadi mesin pembunuh tanpa
ampun jika itu memang dibutuhakan demi kembalinya ketertiban semesta. Ia juga terkesan sebagai pengumbar birahi
dengan banyaknya istri dan kekasih.
Dalam pandangan saya pribadi, bisa dikategorikan sebagai
manusia paripurna karena mencerminkan sifat Tuhan itu sendiri yang
kontradiktif: kadang sebagai pencipta dan pemelihara, di lain waktu, Ia juga
yang menjadi Sang Penghancur. Arjuna,
adalah prototype manusia yang telah manunggal dengan Diri Sejatinya dan
bertindak berdasarkan bimbingan Diri Sejati tersebut, terlepas dari apapun kata
orang mengenai tindakannya. Ia sumeleh
dengan lakonnya, entah itu baik atau buruk, gelap maupun terang, dan
bertanggung jawab penuh atas lakon yang dipilihnya atas dasar kesadaran.
Untuk sampai pada tataran ini, tentunya ada proses
panjang yang dilalui. Dalam konsepsi
spiritual Jawa, Arjuna telah paripurna melakukan segala bentuk laku prihatin,
tapa brata – hingga terkenal salah satu julukannya: Begawan Mintaraga, yang
menyiratkan keadaan dia ketika menempuh proses matiraga dalam pertapaannya.
Spirit Arjuna dalam masa kini, kiranya bisa
diejawantahkan dalam beberapa hal. Pertama,
sebagai manusia sewajarnyalah kita memiliki kesadaran akan lakon kehidupan yang
perlu ditempuh, dan siap menanggung segala konsekuensi dari lakon
tersebut. Tak ada lakon yang sepenuhnya
mengenakkan atau sepenuhnya tidak mengenakkan.
Enak atau tidak enak perlu diterima dengan kelapangan hati sebagai
bagian dari sifat dasar kehidupan. Kedua, dalam rangka menjalankan lakon
atau tugas kehidupan, sebagaimana Arjuna, kita perlu mendadar diri dengan
segenap cara yang mungkin kita lakukan.
Tak ada kemenangan dan keberhasilan tanpa persiapan dan penggemblengan
diri yang sewajarnyalah terasa penuh kepahitan.
Melalui daya tahan dan konsistensi dalam menggembleng dan mendadar diri,
kita bisa seperti Arjuna yang dikenang karena keberhasilannya menjalankana
berbagai tugas sebagai ksatria.
Guna mengakses daya Arjuna, ada beberapa tempat di Pulau
Jawa yang bisa dikunjungi, seperti Gua Arjuna di Desa Indrakila Kuningan,
Kabuyutan Arjuna di Rajagaluh, Majalengka, Gunung Arjuna di Jawa Timur,
Petilasan Arjuna di Puncak Songolikur Kudus.
Post a Comment