HANOMAN





 
Hanoman dalam pewayangan Jawa merupakan putera Bhatara Guru yang menjadi murid dan anak angkat Bhatara Bayu. Hanoman sendiri merupakan tokoh lintas generasi sejak zaman Rama sampai zaman Jayabaya.

 
Ibu Hanoman adalah Dewi Anjani, puteri sulung Resi Gotama yang terkena kutukan sehingga berwajah kera karena berebut Cupumanik Astagina pemberian sang ibu, Dewi Windradi. Diceritakan bahwa atas perintah ayahnya, ia pun bertapa telanjang di Telaga Madirda. Suatu ketika, Batara Guru dan Batara Narada terbang melintasi angkasa. Saat melihat Anjani, Batara Guru terkesima sampai mengeluarkan air mani. Raja para dewa pewayangan itu pun mengusapnya dengan daun asam (Bahasa Jawa: Sinom) lalu dibuangnya ke telaga. Daun sinom itu jatuh di pangkuan Anjani. Ia pun memungut dan memakannya sehingga mengandung. Ketika tiba saatnya melahirkan, Anjani dibantu para bidadari kiriman Batara Guru. Ia melahirkan seekor bayi kera berbulu putih, sedangkan dirinya sendiri kembali berwajah cantik dan dibawa ke kahyangan sebagai bidadari.

 

Fragmen Kehidupan Hanoman

Bayi berwujud kera putih yang merupakan putera Anjani diambil oleh Batara Bayu lalu diangkat sebagai anak. Setelah pendidikannya selesai, Hanoman kembali ke dunia dan mengabdi pada pamannya, yaitu Sugriwa, raja kera Gua Kiskenda. Saat itu, Sugriwa baru saja dikalahkan oleh kakaknya, yaitu Subali, paman Hanoman lainnya. Hanoman berhasil bertemu Rama dan Laksmana, sepasang pangeran dari Ayodhya yang sedang menjalani pembuangan. Keduanya kemudian bekerja sama dengan Sugriwa untuk mengalahkan Subali, dan bersama menyerang negeri Alengka membebaskan Sita, istri Rama yang diculik Rahwana murid Subali.

 

Pertama-tama Hanoman menyusup ke istana Alengka untuk menyelidiki kekuatan Rahwana dan menyaksikan keadaan Sita. Di sana ia membuat kekacauan sehingga tertangkap dan dihukum bakar. Sebaliknya, Hanoman justru berhasil membakar sebagian ibu kota Alengka. Peristiwa tersebut terkenal dengan sebutan Hanoman Obong. Setelah Hanoman kembali ke tempat Rama, pasukan kera pun berangkat menyerbu Alengka. Hanoman tampil sebagai pahlawan yang banyak membunuh pasukan Alengka, misalnya Surpanaka (Sarpakenaka) adik Rahwana.

 

Dalam pertempuran terakhir antara Rama kewalahan menandingi Rahwana yang memiliki Aji Pancasona, yaitu kemampuan untuk hidup abadi. Setiap kali senjata Rama menewaskan Rahwana, seketika itu pula Rahwana bangkit kembali. Wibisana, adik Rahwana yang memihak Rama segera meminta Hanoman untuk membantu. Hanoman pun mengangkat Gunung Ungrungan untuk ditimpakan di atas mayat Rahwana ketika Rahwana baru saja tewas di tangan Rama untuk kesekian kalinya. Melihat kelancangan Hanoman, Rama pun menghukumnya agar menjaga kuburan Rahwana. Rama yakin kalau Rahwana masih hidup di bawah gencetan gunung tersebut, dan setiap saat bisa melepaskan roh untuk membuat kekacauan di dunia.

 

Beberapa tahun kemudian setelah Rama meninggal, roh Rahwana meloloskan diri dari Gunung Ungrungan lalu pergi ke Pulau Jawa untuk mencari reinkarnasi Sita, yaitu Subadra adik Kresna. Kresna sendiri adalah reinkarnasi Rama. Hanoman mengejar dan bertemu Bima, adiknya sesama putera angkat Bayu. Hanoman kemudian mengabdi kepada Kresna. Ia juga berhasil menangkap roh Rahwana dan mengurungnya di Gunung Kendalisada. Di gunung itu Hanoman bertindak sebagai pertapa.

 

Hanoman berusia sangat panjang sampai bosan hidup. Narada turun mengabulkan permohonannya, yaitu “ingin mati”, asalkan ia bisa menyelesaikan tugas terakhir, yaitu merukunkan keturunan keenam Arjuna yang sedang terlibat perang saudara. Hanoman pun menyamar dengan nama Resi Mayangkara dan berhasil menikahkan Astradarma, putera Sariwahana, dengan Pramesti, puteri Jayabaya. Antara keluarga Sariwahana dengan Jayabaya terlibat pertikaian meskipun mereka sama-sama keturunan Arjuna. Hanoman kemudian tampil menghadapi musuh Jayabaya yang bernama Yaksadewa, raja Selahuma. Dalam perang itu, Hanoman gugur, moksa bersama raganya, sedangkan Yaksadewa kembali ke wujud asalnya, yaitu Batara Kala, sang dewa kematian.

 

Aktualisasi Spirit Hanoman

Hanoman adalah simbol manusia yang telah menjalani laku putih atau memurnikan diri sehingga bisa mentransformasi sifat-sifat hewaniah hingga menjadi manusia sejati.  Kenyataannya, setiap manusia memang memang akan mengalami proses evolusi untuk mencapai tahap paripurna.  Lewat peristiwa kehidupan yang aneka warna, manusia dipicu untuk belajar mengenal diri apa adanya, menyadari sifat dasar kehidupan, mengenali lakonnya seperti apa, dan berproses mendadar diri hingga menjadi manusia yang lebih berkesadaran dan sanggup menjalankan peran hamemayu hayuning bawono.  Bercermin pada sosok Hanoman, sewajarnyalah kita dengan sadar memilih mengikuti proses menjadi secara terus menerus hingga akhir waktu.  Kita mungkin tak akan pernah sempurna sesuai idealitas pikiran kita.  Tapi, justru idealitas manusia terletak pada keberadaanya sebagaimana adanya yang mencerminkan sifat semesta itu sendiri.  Manusia hanya perlu menerima diri apa adanya, sebagaimana Hanoman menerima diri apa adanya.  Segala kekurangan, bahkan kegelapan, adalah satu kewajaran sebagai manusia yang tidak dijadikan penghalang untuk berbuat heroik dalam bingkai missi yang agung.

 

Ya, sosok Hanoman adalah model bagi siapapun yang punya heroisme, dan jiwa muda.  Karena memang Hanoman adalah juga simbol generasi muda yang punya kesadaran untuk berjuang membela negara demi tercapainya tujuan-tujuan negara, sebagaimana tergambarkan dalam semboyan: gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.  Dalam konteks Indonesia masa kini, dibutuhkan keberadaan Hanoman-Hanoman bangsa, yang bisa dan berani tampil ke gelanggang seperti halnya Hanoman yang bisa dan berani ngluruk Alengka.  Lebih tegas, Ibu Pertiwi memanggil putera-puterinya yang punya kesadarana patriotik untuk segera bergegas bertindak sesuai kapasitas masing-masing untuk membangun negara, dengan menyingkirkan sifat mementingkann diri sendiri.

 

Sejauh pengalaman penulis, terdapat beberapa tempat untuk mengakses daya Hanoman, yaitu petilasan Hanoman di Komplek Candi Gedong Songo Ungaran, Bukin Kendali Sada Ungaran, juga Sendang Semangling yang berada di kaki Bukit Kendali Sada.  Sementara itu, Telaga Madirda yang dalam pewayangan disebut sebagai tempat dimana Dewi Anjani bertapa hingga melahirkan Hanoman, berada di kaki Gunung Lawu, tidak jauh dari Candi Sukuh, Karanganyar.
0 Response to "HANOMAN"

Post a Comment



Laku spiritual adalah proses bertumbuhnya pengalaman keilahian, wujudnya adalah menjadi penuh dengan daya, penuh kebijaksanaan, penuh kecerdasan, penuh kreatifitas, penuh welas asih.


Setyo Hajar Dewantoro
Founder of Mahadaya Institute


Buku

Buku Medseba Buku Sastrajendra Buku Suwung Buku Sangkan Paraning Dumadi Buku Jumbuh Kawula Gusti Buku Tantra Yoga Buku Kesadaran Matahari Buku Kesadaran Kristus

Kegiatan