Para leluhur
Nusantara di masa silam, melalui laku mangening yang intensif, bisa mendengar
bunyi kosmik yang kemudian dibahasakan dengan terminologi “tawon gumana”. Mengapa
demikian? Karena memang bunyinya seperti
tawon atau lebah yang terbang berkelompok.
Gemrenggeng, demikian bunyi itu dinyatakan dalam bahasa Jawa.
Demikianlah bunyi kosmik: NGNGNGNG. Untuk buktikan itu, silakan tutup kedua telinga anda dengan telapak tangan, dan cermati bunyi yang terdengar. Sebenarnya, iadalah suara berdengung yang
juga muncul di jagad raya ini, ketika energi kosmik memancar dan bergetar. Itu adalah realitas yang selalu ada,
mengiringi keberadaan kosmik itu sendiri.
Ia menjadi permulaan dari keberadaan segala sesuatu yang menempati ruang
dan waktu.
Untuk mengerti
perkara ini, kita memang perlu lebih jauh mengungkap realitas kejadian
kosmik. Perbendaharaan sains modern
mengungkapkan keberadaan dark energy, dark matter, dan ordinary matter. Segala yang ada, yang dapat dilihat, disentuh
atau dirasakan secara fisik, dinyatakan sebagai ordinary matter. Itulah materi biasa, yang menempati ruang dan
waktu tertentu. Pengamatan terhadap
semesta menemukan bahwa massa keseluruhan dari obyek semesta tertentu, ternyata
lebih berat dari penjumlahan keseluruhan unsur pembentuknya. Dari situ, ditemukanlah keberadaan dark
matter.
Dark matter ini tak
terlihat, invisible, tapi ada. Dark
matter ini yang sekaligus bekerja menahan keberadaan ordinary matter untuk
tetap berada pada orbitnya. Atau dalam
bahasa lain, dark matter yang membuat antar ordinary matter selalu berada dalam
jarak yang sama. Dengan demikian, sebuah
struktur tertentu tetap stabil.
Sebagai contoh,
galaksi yang sejak dahulu hingga sekarang tetap seperti itu. Padahal, dari inti galaksi, memancar dark
energy yang mendorong ekspansi galaksi tersebut. Demikian pula, sebuah planet yang pada
dasarnya adalah kumpulan dari berbagai unsur pembentuk, tetap berbentuk sebuah
planet, tidak terus menerus membesar atau berekspansi. Padahal dari inti planet, memacar energi pendorong
ekspansi. Ada sesuatu yang mengeluarkan daya guna mengikat semua unsur itu. Itulah
dark matter yang memiliki daya penarik atau daya gravitasi.
Keberadan ordinary
matter dalam semesta yang diketahui (known unverse), hanya sekitar 4,5 %. Sementara sisanya, 95,5 % adalah gabungan
antara dark energy dan dark matter.
Para peneliti belum
secara tegas menjelaskan hubungan tiga realitas ini.[1] Namun, melalui pencermatan para pelaku
mangening, bisa dimengerti bahwa ordinary matter merupakan pengejawantahan dari
dark mattter atau materi gelap. Materi
gelap inilah yang bisa kita mengerti sebagai benih keberadaan. Segala yang ada di jagad raya ini, ada
bermula dari keberadaan dark matter.
Sementara dark matter sendiri, merupakan pengejawantahan dari dark
energy, atau energi gelap. Terminologi
dark energy dipergunakan untuk menunjukkan bahwa realitas energy tidak
menimbulkan cahaya. Pelaku mangening,
mengerti bahwa dark energy juga memang bersumber dari kegelapan total. Sebelum ada apapun di jagad raya ini, yang
ada hanyalah kegelapan total. Kegelapan
inilah yang bisa dimengerti sebagai gua garba, rahim, atau kandungan kosmik:
darinya muncullah seluruh keberadaan dengan segenap gatranya.
Dari kegelapan total,
memancar energi dengan pola fibonacci.[2] Pancaran energi itu memunculkan getar. Getaran itu berbunyi gemerenggeng,
berdengung, itulah hong. Dari situ, muncullah dark matter. Lalu pungkasannya, terjadilah ordinary
matter: segala yang ada yang bisa dilihat, disentuh, dan dirasakan. Uniknya, dark matter pulalah yang membuat
ordinary matter tetap berada pada orbitnya, juga membuat sebuah struktur
kompleks yang tersusun dari berbagai ordinary matter, tetap berada dalam
struktur itu, tidak mengalami ekspans terus menerus.
Peristiwa pembentukan
ordinary matter terjadi terus menerus.
Selalu ada yang baru di jagad raya ini.
Sehingga, bunyi dengung atau gemerenggeng yang diakibatkan oleh getaran
energi yang memancar dari kegelapan total, terus terjadi. Bunyi Hong selalu ada. Tiada pernah berhenti. Selamanya ada, sebagaimana kehidupan ini
langgeng tanpa ada ujungnya.
Realitas
Yang Melampaui Segalanya
Pencermatan melalui
mangening, membuat manusia bisa sadar bahwa ada realitas yang melampaui dark
energy, dark matter, dan ordinary matter, dan bahkan merancang, mengatur, dan
menata semuanya itu. Itulah yang dalam
terminologi Jawa dinyatakan sebagai Yaktining Hurip, Ya Hu. Bisa juga dijuluki Gusti.
Realitas ini tanpa gatra, tetapi nyata ada dan mencerminkan kecerdasan tanpa
batas.
Terkait perkara ini,
ada sebuah manuskrip Jawa Kuna dari Gunung Klothok Kediri yang membantu kita
mengerti kasunyatan yang ada. Dalam
salah satu bagian yang diberi nama Layang Soworo, dinyatakan sebagai berikut: “Saking
bayinat kang peteng, sumalihake Gusti trawang lan wenteh.” Arti pernyataan ini adalah: “Dari keberadaan
yang gelap, dirubah oleh Gusti menjadi jelas dan nyata.”
Gusti sewajarnya tak
dipahami sebagai sosok, tapi sebagai Realitas Yang Menjadi Sumber Segala Yang
Ada. Bisa juga dimengerti sebagai
Kecerdasan Tertinggi, The Ultimate
Intelligence, yang menjadi desainer dari semesta dan kehidupan ini. Keberadaannya menjadi inti dari segala yang
ada, segaligus meliputi segala yang ada.
Sungguh sulit membahasakan realitas Gusti, sehingga orang-orang Jawa
Kuna menggunakan kalimat: “Tan kena
kinira, tan kena kinaya ngapa” (Tak bisa diperkirakan dan dibayangkan
keberadaannya seperti apa, karena segenap perkiraan dan bayangan pasti tak
sesuai dengan Realitas-Nya). Sebagian bisa saja dengan sedikit bercanda,
menyatakan Realitas-Nya dengan ungkapan: Sang Mbuh (Realitas yang nyata ada,
tapi tak bisa dimengerti rinciannya oleh nalar manusia).
Tetapi, mesikipun tak
bisa mendeskripsikannya dengan akurat, orang-orang Jawa Kuna sadar betul
tentang keberadaan-Nya. Gustilah yang
menjadikan segala yang ada, yang terang, yang bisa dilihat dan nyata, dari
keberadaan yang serba gelap.
Orang-orang Jawa
Kuna, selain mengungkapkan bunyi kosmik dengan terminologi tawon gumana, juga
mengungkapkan terminologi ndog amun-amun.
Ini adalah pembahasaan untuk realitas yang menjadi benih semua materi
dan keberadaan yang bergatra, menempati ruang dan waktu. Dinyatakan sebagai ndog, karena dalam
khazanah pengalaman manusia, bermula dari ndog atau telurlah, segala sesuatu
bisa muncul. Dinyatakan amun-amun, atau
pangamun-amun, karena memang ia imajiner, bukan ndog atau telur
sesungguhnya. Itu hanya pembahasaan yang
menyederhanakan realitas: bahwa dari realitas itulah, muncul segala yang ada.
Jika dicermati, ndog amun-amun ini sesungguhnya sepadan dengan dark
matter.
Jika kita ungkap
kembali secara lebih jelas kronologi kejadian kosmik, demikianlah gambarannya. Dari kegelapan murni atau bayinat kang
peteng, energi memancar dan bergetar.
Inilah yang dalam sains dinyatakan sebagai dark energy. Maka, terdengarlah bunyi kosmik atau Hong
yang mirip dengan bunyi tawon yang terbang berkelompok, sehingga dinyatakan
sebagai tawon gumana. Selanjutnya,
muncullah ndog amun-amun yang sepadan dengan dark matter. Energi terus bergerak dan bergetar, maka dark
matter berubah menjadi ordinary matter atau materi biasa. Lalu, dari materi biasa yang sederhana,
terbentuklah materi biasa yang kompleks.
Lalu, ketika telah terbentuk sebuah struktur tertentu yang mapan sebagai
akibat pertumbuhankembangan atau ekspansi yang didorong dark energy, dark
matter bekerja menarik semua unsur pembentuk itu agar struktur tersebut tetap
stabil, tetap pada gatra sebagaimana semula ia dijadikan. Pada tahapan ini, Hong tetap muncul, karena
pada tahapan manapun, selalu ada energi yang bergerak dan bergetar.
Segala
Sesuatu Bertumbuh
Realitasnya, segala
sesuatu itu mengada melalui proses bertumbuh.
Karena itulah, dalam Layang Soworo yang merupakan bagian dari manuskrip
Gunung Klothok juga dinyatakan: “Kang Gusti cinanten, tumuwuh”, bahwa segala
sesuatu yang telah Gusti tetapkan, bertumbuh.
Proses mengada,
menjadi, berubah dan bertumbuh di jagad raya ini, tidak pernah berhenti. Energi yang bersumber dari kegelapan murni, terus
menerus bergerak, memancar dan bergetar.
Sehingga Hong juga selalu ada.
Realitas kosmik juga
menjelaskan kepada kita, perubahan gatra atau bentuk dari ordinary matter atau
materi biasa, bisa juga kita tangkap sebagai proses penghancuran. Gatra atau bentuk lama hancur, lalu muncullah
gatra atau bentuk baru. Jadi, di jada
raya ini, memang selalu ada peristiwa menjadikan, menata dan menghancurkan. Yang langgeng dalam semua proses itu adalah
energi. Energilah yang memungkinkan
sesuatu terjadi, tertata, dan kemudian dihancurkan untuk memunculkan yang lebih
baru lagi.
Proses demikian, bisa
dicermati pada raga kita sendiri. Sains
modern menjelaskan bahwa selalu ada sel lama yang mati dan sel baru yang
tumbuh. Dan pada titik tertentu, raga
ini mengalami peleburan total untuk kemudian berubah menjadi raga baru, baik
melalui proses kematian maupun kamuksan.
Inilah siklus kosmik
yang terus terjadi. Dan dalam peristiwa
ini, rangkaiannya selalu sama. Dark
energy berubah dark matter, dark matter berubah menjadi ordinary matter,
ordinary matter juga berubah lagi menjadi gatra yang lebih kompleks, tapi
kemudian pada satu masa bisa hancur, dan mulailah siklus baru. Dan tentu saja, di situ selalu ada hong. Karena bunyi gemerenggeng selalu mengiringi energi yang
bergerak dan bergetar. Bunyi kosmik itu langgeng, sebagaimana energi dan
sumber energi juga langgeng.
[1] Sebagai
pembanding, mari kita kaji tentang dark energy dan dark matter dari pendekatan
sains.
Dark energy, menurut penjelasan NASA, adalah perangkat
semesta yang mempengaruhi perkembangan jagad raya ini. Satu penjelasan yang logis dari dark energy,
adalah a property of space, perangkat angkasa.
Albert Einstein mengungkapkan bahwa angkasa yang kosong sesungguhnya
bukan berarti tidak ada apa-apanya.
Angkasa memilii property atau perangkat yang dinamakan sebagai dark
energy, yang bertanggung jawab atas perkembangan yang terjadi pada angkasa,
juga terbentuknya berbagai gatra atau bentuk atau keberadaan di angkasa. Penjelasan lain, dark energy ini adalah
energi dinamis yang mengalir dan mengisi sekaligus memenuhi seluruh keberadaan
angkasa, dan berpengaruh terhadap ekspansi angkasa, yang berbeda dengan energi normal. Secara terbuka, para ilmuwan menyatakan bahwa
dark energy ini masih merupakan misteri, belum sepenuhnya terungkap.
Dark matter atau materi gelap, adalah materi yang
tidak dapat dideteksi dari radiasi yang dipancarkan atau dari penyerapan
radiasi yang datang ke materi tersebut.
Tapi keberadaannya dapat dibuktikan dari adanya efek gravitasi pada
berbagai materi yang tampak, seperti bintang dan galaksi. Terminologi ini pertama kali diungkapkan
astronom Swiss Fritz Zwicky pada tahun 1930.
Keberadaan dark matter ini diketahui bermula ketika ditemukan bahwa
massa sebuah galaksi, lebih berat 5 kali lipat dibandingkan penjumlahan total
masa setiap unsur penyusunnya seperti bintang-bintang, planet-planet hingga
asteroid. Selisih massa ini yang menimbulkan
pertanyaan, ada apakah gerakan di luar keberadaan benda-benda yang terlihat,
yang dalam terminologi sains dinamakan sebagai Baryonic Matter.
Dari semesta yang diketahui, sekitar 72,8 persennya
dark energy, sekitar 22,7 persennya adalah dark matter yang tak bisa dilihat,
dan sisanya sekitar 4,5 % adalah ordinary matter yang bisa dilihat.
Merujuk pengamatan Huble membuktikan bahwa jagad raya
ini terus memuai, karena sejak Big Bang terjadi, partikel-partikel di jagad
raya ini terus bergerak saling menjauh seiring perjalanan waktu. Pengamatan Huble menunjukkan bahwa jarak
antar galaksi terus menjauh. Faktor
ekspansi ini adalah dark energy.
Namun, ternyata, di dalam sebuah galaksi, jarak antar
bintang cenderung tetap. Sebuah galaksi
tetaplah seperti ini sejak dahulu kala.
Itu terjadi karena adanya daya gravitasi dari obyek tak tampak, yang
mengikat keseluruhan bintang dalam sebuah galaksi. Sumber daya gravitasi inilah yang dinamakan
sebagai dark matter.
Dari penjelasan di atas, terkesan ada karakter
berkebalikan antara dark energy dan dark matter. Para peneliti belum berani menjelaskan
hubungan antara dark energy dan dark matter secara lebih jauh.
[2]
Fibonacci adalah sistem perhitungan, yang muncul dalam berbagai peristiwa
semesta, mulai dari pengaturan struktur dedaunan, pola kelopak bunga, struktur
cangkang kerang, struktur nanas, dan seterusnya. Sistem perhitungan ini ditemukan Leonardo
Pisano, matematikawan Italia yang hidup pada 1175-1250 M.
Wehh... Bermula dari istilah ndog amun-amun, trus Baca tulisan ini... Salam... 👍
ReplyDelete