Saya lahir di Magelang. Semesta
mengatur agar saya bisa berbuat sesuatu yang berguna di tanah kelahiran.
Bermula dari perjumpaan dengan salah satu tetangga di kampung ayah saya di
Magelang, bergulirlah sebuah proses yang memungkinkan kembalinya putra-putra
Gunung Tidar kepada jalan kemurnian.
Demikianlah ceritanya. Ayahnya
tinggal di sebuah gubug di tepian kolam.
Benar-benar gubug. Di situlah
ayah saya mengisi hari tua, menyatu dengan alam, bercengkerama dengan ikan,
ayam dan tetumbuhan. Bagi saya, itulah
cara semesta untuk membuat ayah saya kembali kepada hidup yang sejati.
Pada satu waktu, di gubug itu, saya bertemu dengan salah satu teman kongkow
ayah saya, seorang pemuda berusia 30-an. Namanya Supriono. Ketika saya bertemu
dengannya, ia masih jadi penjual togel, dan baru saja keluar dari masa hukuman
di penjara selama 6 bulan karena tertangkap polisi. Entah darimana mulainya, tapi pada saat itu
ia tertarik untuk berbincang dengan saya.
Saat itu, arah perbincangan memang mengarah pada pembahasan pada laku
kebatinan.
Supri memang senang untuk menjalani laku yang berat: tapa mutih, ngebleng,
wirid ribuan kali, juga prihatin di tempat-tempat angker. Tapi, salah satu tujuan utamanya memang
terkait dengan togel: bagaimana bisa menebak nomor secara jitu. Sehingga, ketika berbincang dengan saya pun
tak bisa lepas dari nuansa pertogelan ini.
Saya pun menyesuaikan diri, mengikuti alurnya. Tapi, saat itu saya menegaskan satu hal,
bahwa ke depan, ia lebih tepat menjalani profesi sebagai tukang pijat. Apalagi ketika di dalam penjara, ia sempat
belajar ilmu pijat ini dari salah satu pelaku jalan kebatinan yang karena satu
kasus, berujung di penjara.
Lalu, kami lama tak bertemu, berbulan-bulan lamanya. Lewat ayah saya, saya kemudian tahu bahwa
Supri ingin bertemu saya. Entah untuk
apa. Maka, datanglah momen ketika kami
bertemu kembali, di gubug tepian kolam di Kota Magelang.
Pada pertemuan kedua ini, Supri menjelaskan bahwa ia sudah mulai menata
hidup dan menjalankan profesi baru sebagai tukang pijat. Profesi sebagai penjual togel mulai ia
tinggalkan. Maka, kali ini pun
perbincangan menjadi lebih esensial, lebih menyentuh aspek pencarian manusia
akan kesejatian hidup.
Saat itu, pengertian saya mengenai jalan kemurnian mulai mapan. Maka, pada satu momen, saya tergerak untuk
mengajak Supri bermeditasi bersama, dan melakukan tindakan penyelarasan
energi. Saya juga mengajak Supri untuk
terhubung dengan Gusti yang bertahta di pusat hatinya.
Rupanya, tindakan sederhana ini berpengaruh besar. Revolusi hidup pada diri Supri mulai
berjalan. Pada fase permulaan memang
tidak mengenakkan pada diri Supri.
Ketika Supri pertama kali terhubung dengan banyu perwitasari di dalam
dirinya, semua jejak energi sebagai buah laku kebatinan sebelumnya seperti
tapa, puasa, dan membaca wirid, laksana teraduk-aduk. Semua energi yang semula mengendap kini
keluar.
Maka, selama beberapa hari Supri hidup tidak sebagai dirinya. Ketika memijat, ia sering kehilangan
kesadarannya karena bertransformasi menjadi pribadi lain yang kadang menyebut
dirinya sebagai Janoko atau kadang sebagai Macan Putih. Energinya menjadi sangat besar, sekaligus
membantu Supri mengobati berbagai pasien dengan cara yang cepat sekaligus aneh. Tindakan Supri ketika mengobati seperti orang
main ketoprak, kadang pasien dipukuli atau dibanting tanpa merasa sakit, dan
uniknya, sembuh. Gara-gara inilah saya sempat diprotes oleh istri Supri. Saya disangka mengajarkan ilmu sesat.
Karena saya tak sempat ke Magelang, maka saya undang saja Supri ke
Solo. Maka, pada satu malam, sampailah
Supri beserta istri, satu teman dekatnya yang bernama Giok, dan ayah saya ke
Solo, tepatnya ke rumah Mas P.B. Susetyo.
Di rumah Mas P.B. Susetyo inilah duduk perkaranya di urai, dan proses
pemurnian dijalankan lebih lanjut. Momen
ini menenangkan hati istri Supri, menyirnakan semua prasangkanya.
Selanjutnya, saya menjadi sering ke Magelang. Saya merasa bertanggung jawab untuk
memastikan proses kembalinya Supri kepada jalan kemurnian benar-benar
tuntas. Saya membagikan kaweruh
mengenai laku penjernihan dan penyadaran diri kepada Supri. Dan perlahan tapi pasti, Supri mengalami
pembaharuan hidup. Semua jejak energi
dan entitas metafisik di dalam raga Supri, lewat penjernihan dan penyadaran diri perlahan tapi pasti benar-benar
sirna kembali ke asalnya dan mengalami penyempurnaan.
Supripun menjadi manusia baru. Ia
kini hidup dengan menolong sesama melalui jalan penyembuhan, menggunakan terapi
pijat, herbal dan pengaliran energi murni.
Dinamika tentu saja tetap terjadi.
Kadang ia masih tidak tepat jalan.
Sesuatu yang wajar bagi siapapun.
Namun, kini ia ada yang mengingatkan sehingga kekeliruan itu cepat
dipulihkan dan tidak terjadi efek yang fatal.
Dan tentu saja, dibandingkan beberapa bulan lalu, Supri 180 derajat
berbeda. Sebuah anugerah tak terkira
dari Gusti!
Apa yang terjadi pada Supri, menjadi pangkal ketertarikan banyak orang
untuk bertemu saya. Mereka didorong oleh
hasrat yang sama, kembali kepada jalan kemurnian. Maka, sejak itu, gubug ayah saya di tepian
kolam di Kota Magelang, menjadi tempat belajar bersama mengenai laku
penjernihan dan penaydaran yang membawa pada kemurnia dan pembaharuan hidup.
Ada saudara misan Supri yang kemudian juga ikut belajar. Namanya Wawan. Proses perjumpaan dengan saya unik. Ia membaca salah satu buku saya yang ada di
rumah Supri. Entah bagaimana, ketika
membaca buku itu, ia tiba-tiba menangis dan ingin pulang ke rumahnya untuk
bertemu dengan ibundanya. Demikianlah
yang ia lakukan, ia langsung menemui ibunya dan sungkem.
Ketika saya ke Magelang, Wawan menyempatkan diri untuk bertemu saya. Maka, sejak itulah pemulihan hidup Wawan
mulai terjadi. Ia juga semula adalah
penjual togel. Untuk mendukung
profesinya itu, ia sering datang ke orang yang dia anggap bisa membantu. Sehingga ia bisa menebak nomor, dan rumahnya
tersaputi energi yang membuat setiap aparat keamanan datang ke rumahnya, mereka
seperti hanya melihat kebun. Resikonya, Wawan memang punya keterikatan dengan
entitas metafisik. Di dalam raganya
bahkan sempat bersemayam genderuwo. Lebih dari itu, Wawan dulu sering minum pil
koplo, sehingga saraf di kepala bagian kanannya rusak. Setiap menyisir, pasti ia merasakan sakit
luar biasa.
Wawan saya ajak untuk menjalani laku penjernihan
dan penyadaran diri Saya juga alirkan energi kasih murni kepadanya,
terutama di bagian kepalanya yang sakit.
Maka, terjadilah pemulihan itu.
Kini Wawan menjadi manusia baru, dengan pembawaan sangat tenang dan rasa
yang halus dan peka. Kerusakan sarafnya mendekati pulih total. Ia sudah tak merasakan sakit lagi saat
menyisir rambut. Raganya juga telah murni, tak lagi berisi energi yang tak
sewajarnya.
Ia juga telah meninggalkan profesi penjual togel. Ini kini menghidupi keluarganya dengan
mencari kodok dan ular di pesawahan, ladang dan hutan di sekitar Magelang. Itu ia lakukan malam hari. Ia berjalan berkilo-kilo meter di tengah
kegelapan malam, demi menghidupi anak istrinya.
Tapi menurut pengakuan Wawan, ia menikmati semua itu. Ia kini dapatkan kedamaian mendalam yang dulu
ia tak pernah rasakan. Anugerah Gusti
yang tiada terkira!
Setelah itu, semuanya mengalir demikian indah. Satu per satu datang saudara baru yang ingin
menempuh jalan kemurnian. Ada teman masa
kecil saya, Giok dan Kimpul. Giok kini
sangat serius menekuni “Mangening”, dan mulai mapan menjalani hidup dengan
penuh kesadaran. Sementara itu Kimpul,
melesat dengan cepat. Teman saya yang
satu ini, tidak bersekolah formal. Ia
benar-benar dididik oleh alam. Cukup
populer di Magelang sebagai preman dan seniman.
Badannya penuh tato. Tapi kini ia
telah bertemu bertemu Diri Sejati dan terhubung dengan Guru Sejatinya. Ia dengan cepat menangkap pesan-pesan semesta,
dan bisa membahasakannya dengan akurat dan jernih.
Ada juga Rizky, remaja 19 tahun. Ia
kini tekun menjalani “Mangening”, dan banyak bertanya tentang berbagai
perkara kehidupan kepada saya, termasuk melalui SMS. Gusti menganugerahinya kepekaan yang cukup tinggi. Maka di usianya yang masih demikian muda, ia
telah menemukan jalan hidup yang pasti membawanya pada kecemerlangan.
Masih banyak teman-teman lain yang juga kembali pada kemurnian. Ada Zaenal, yang dulu gemar menjalani
berbagai laku kadigdayan, kini sedang meniti jalan kemurnian. Lalu ada Budiman, yang sempat mengikuti
instruksi seseorang yang dianggap orang pintar di Magelang, untuk memakan gotri
(biji besi yang berbentuk bulat) sejumlah 124 butir. Kini ia telah kembali pada kemurnian. Ia serius menekuni laku penjernihan dan
mempraktikkannya dengan kesungguhan.
Perjalanan masih panjang bagi mereka.
Tapi setidaknya mereka telah berani melangkah di jalan yang tepat.
Kami kini sering berkumpul berdesakkan di gubug kecil di tepian kolam, yang
kami anggap sebagai padepokan kami. Sementara ayah saya dengan senang hati
menempatkan diri sebagai tuan rumah yang baik, melayani semua tamu dengan
kesukacitaan. Dengan tangan sepuhnya, ia
menyediakan teh manis atau kopi bagi saudara-saudara yang berkumpul. Dalam kebersahajaan, kami terus belajar untuk
mengurai semua rahasia hidup, menyelami ajaran Nusantara Kuna atau Sundaland.
Post a Comment