Sebuah manuskrip kuna dari Gunung Klothok, Kediri, Jawa Timur, menyajikan penjelasan
yang relatif lengkap mengenai proses kelahiran manusia. Diuraikan dengan jernih bagaimana kejadian
manusia merupakan peristiwa yang kompleks.
Kualitas dan karakter manusia mulai terbentuk saat berbagai chip semesta
mulai diakses seorang ayah dan itu terekam dalam spermanya. Selanjutnya, di dalam kandungan sang ibu yang
memiliki daya penumbuh, zygot atau janin manusia yang terbentuk melalui
penyatuan sperma dan sel telur, secara bertahap dilengkapi dengan berbagai
perangkat yang memungkinkan kehidupannya kelak di Planet Bumi menjadi sangat
dinamis.
Demikianlah isi
manuskrip kuna tersebut:
Sakdurungi langit sarta baka
hana kang manggoni, Gusti luwih ndisik hanitahake wose langit kang harane:
mbulan, lintang, srengenge, kang dadi pangesehe langit.
Banjur Gusti hanitahake
kahuripan kang diharani wasaka, kang dadi pangesehe baka.
Sak wuse Gusti hanitahake kahuripan kang dadi
pangesehe baka mulya, kang diharani wasaka, banjur Gusti hanitahake kahuripan
kang tekane saka hangin, kang diharani ngabida, kang dadi tetalange Gusti.
Nganurung kahuripan kang hana hing karasuh kiye. Semono huga ngabida kang
cacahe hana papat.
1. Nduweni haran: Notodoko.
2. Nduweni haran: Torogono.
3. Nduweni haran: Gokonongodo.
4. Nduweni haran: Gonodoko.
Sak wuse Gusti hanitahake kahuripan. Kanggone ngabida kang cacahe hana papat,
banjur Gusti hanitahake karasuh maparasa kang huga diharani karasuh bagio,
kanggone kahuripane ngabida. Huga kanggo kahuripane ngamisa kang dadi
tetalanging ngabida, kang manggon hana hing karasuh maparasane Gusti. Huga
kanggo kahuripane jalma tumitah mengkone, yen wahanane Gusti kiyu wus tumedhan
kanggone jalma tumitah. Kang bakal kinaggit dening Notodoko, Torogono,
Gokonongodo, Gonodoko.
Sak wuse Gusti hanitahake karasuh maparasa
kang dadi panggonane Notodoko, Torogono, Gokonongodo, Gonodoko huga para
ngamisa. Banjur Gusti hanitahake kahuripan kang wiwite saka hapuy yaha kiyu
tetunggule pandadar kang diharani Somoro Bomo. Lan kiye huga bisa diharani
kahuripane jalma pandadar kang wiwitan. Kang teka njaga kahuripan hana hing
baka mulya kene, saka dawuhe Gusti.
Sak wuse Gusti hanitahake pandadar kang
harane Somoro Bumo. Kang nduweni kuwasa sak wuse Notodoko, Torogono,
Gokonongodo, Gonodoko. Banjur Somoro Bomo ngetokake kuwasane hangawe karasuh
maparasa kanggo kahuripane jalma tumitah, kang melu marang dalane Somoro Bomo
hana hing baka mulyo kene. Banjur Gusti, hanitahake jalma rabama.
Sak wuse Gusti, hanitahake langit lan baka
sarta wose. Banjur teka wahanane Gusti kang keri dewe. Hanitahake kahuripan
kanggone Jalma Tumitah Jawa.
1. Watege kahuripan kang nunggu, Notodoko.
2. Rasane kahuripan kang nunggu, Torogono.
3. Pangelingane kahuripan kang nunggu,
Gokonongodo.
4. Sukmane kahuripan kang nunggu, Gonodoko.
Banjur metu dawuhe Gusti, kanggone Notodoko,
Torogono, Gokonongodo, Gonodoko, kanggo nganggit wahanane Gusti, hana hing Layang DJOJOBOJO.
Hanitahake
kahuripan lan wose kang hana hing karasuh kiye
-----------------------------------------------------------------------
1. Langit lan Baka
2. Mbulan, lintang, srengenge.
3. Wasaka
4. Karasuh Bagio
5. Ngabida Notodoko
6. Ngabida Torogono,
7. Ngabida Gokonongodo,
8. Ngabida Gonodoko.
9. Ngabida Pandadar Somoro Bomo
10. Somoro Bumi Ngawe Karasuh Sara
11. Jalma Rabama
12. Jalma Tumitah/Warang Djowo
(Layang Djojobojo)
Artinya:
Sebelum langit dan bumi[1] ada yang
menempati. Gusti lebih dahulu menjadikan
isi langit[2] yang
bernama bulan, bintang, yang menjadi penunggu/penghuni langit.
Lalu Gusti menjadikan kehidupan yang dinamai tumbuhan[3], yang
menjadi penunggu/penghuni bumi.
Setelah
Gusti menjadikan kehidupan yang menjadi penghuni bumi ini, yang dinamai
tumbuhan, lalu Gusti menjadikan kehidupan yang berasal dari angin/udara yang
dinamai ngabida[4],
yang menjadi utusan Gusti. Menjaga
kehidupan yang ada di jagad ini. Berikut
ini ngabida yang berjumlah empat:
1.
Memiliki nama: Notodoko
2.
Memiliki nama: Torogono
3.
Memiliki nama: Gokonongodo
4.
Memiliki nama: Gonodoko
Setelah Gusti menjadikan kehidupan bagi ngabida yang
berjumlah empat, lalu Gusti menjadikan jagad langgeng yang juga dinamai Surga,
untuk kehidupan ngabida. Juga untuk
kehidupan ngamisa yang menjadi utusan ngabida, yang (semula) bertempat di jagad
langgeng Gusti. Juga untuk kehidupan
manusia kelak ketika Firman Gusti telah turun untuk manusia, yang bakal
dituliskan oleh Notodoko,
Torogono, Gokonongodo, Gonodoko.
Setelah Gusti menjadikan jagad langgeng yang menjadi
tempat bagi Notodoko, Torogono, Gokonongodo dan Gonodoko, juga para ngamisa,
lalu Gusti menjadikan kehidupan yang berasal dari api yaitu induknya pendadar
manusia yang bernama Somoro Bomo. Dan
ini juga bisa dinamai kehidupan entitas pendadar yang permulaan. Yang datang untuk menjaga kehidupan yang ada
di bumi mulya ini, karena perintah Gusti.
Setelah Gusti menjadikan pendadar bernama Somoro Bomo
yang memiliki kuasa setelah Notodoko, Torogono, Gokonongodo, Gonodoko, lalu
Somoro Bomo mengeluarkan kuasanya membuat jagad langgeng untuk tempat kehidupan
manusia yang mengikuti jalan Somoro Bomo ketika berada di bumi mulia ini. Lalu Gusti menjadikan hewan[5].
Setelah Gusti menjadikan langit dan bumi beserta isinya,
lalu datanglah Firman Gusti yang pamungkas.
Menjadikan kehidupan bagi manusia/orang Jawa:
1.
Watak/Kepribadian Kehidupan yang menunggu adalah Notodoko
2.
Rasa Kehidupan yang menunggu adalah Torogono.
3.
Nalar Kehidupan yang menunggu adalah Gokonongodo.
4.
Sukma Kehidupan yang menunggu adalah Gonodoko.
Lalu keluar perintah Gusti kepada Notodoko,
Torogono, Gokonongodo, Gonodoko untuk menulis Firman Gusti yang ada di Layang
NATA.
Menjadikan kehidupan dan isinya yang ada di jagad ini:
1.
Langit dan Bumi
2.
Bulan, Bintang, Matahari
3.
Tetumbuhan
4.
Surga
5.
Ngabida Notodoko
6.
Ngabida Torogono,
7.
Ngabida
Gokonongodo, 8. Ngabida Gonodoko.
9.
Ngabida Pendadar Somoro Bomo
10.
Somoro Bomo Membuat Neraka
11.
Hewan
12.
Manusia/Orang Jawa
Manuskrip di atas menegaskan bahwa raga manusia memang laksana jagad ini,
sehingga layak dinyatakan sebagai mikrokosmos.
Apa yang ada di jagad ini, ada pula pada manusia. Di dalam tubuh manusia terdapat unsur
mineral, unsur tumbuhan, unsur hewan, unsur Somoro Bomo (yang dalam tradisi
Timur Tengah disebut sebagai Iblis), unsur Ngabida (yang dalam tradisi Timur
Tengah disebut sebagai malaikat), dan unsur Ketuhanan itu sendiri.
Totalitas dari semua unsur itu, membuat jiwa manusia memiliki sebuah
kendaraan nan canggih untuk mengarungi perjalanan kehidupan di Planet
Bumi. Dan kecanggihan raga pula yang
membuat manusia bisa memiliki kehidupan yang dinamis, dengan
kemungkinan-kemungkinan yang nyaris tanpa batas.
Dari situ kita bisa mengerti bahwa kesukacitaan dan kebahagiaan manusia,
kemudian ditentukan oleh bagaimana Sang Jiwa mempergunakan raganya dan menata
berbagai daya dorong di dalam raga tersebut.
[1] Langit
dan bumi di dalam layang ini, adalah simbol dari raga kita. Raga kita adalah mikrokosmos, miniatur dari
karasuh gumelar/jagad
ageng/makrokosmos.
[2]
Langit yang dimaksud di sini adalah benih kehidupan yang
bersifat maskulin (sperma), sementara baka adalah lahan untuk tumbuh benih itu dan
bersifat feminin (sel telur). Mbulan,
lintang, srengenge adalah daya-daya atau energi semesta yang melekat pada
sperma. Proses manusiawinya, daya-daya
ini turun pada kisaran jam 2-3 malam, lalu ditangkap oleh otak manusia dan
terekam di dalam sperma. Daya-daya ini
pada dasarnya adalah cahaya penyadaran, baik yang memancar dirinya sendiri
(bintang, matahari) atau memantulkannya dari benda lain (bulan).
[3]
Wasaka adalah daya tumbuh, atau daya vegetatif. Dengan adanya daya inilah sel telur bisa
menjadi lahan bagi tumbuhnya sperma yang memasuki dan menyatu dengannya.
[4]
Ngabida
ini adalah daya-daya ketuhanan (ilahi) yang ada pada diri manusia, ini yang
kemudian dinamai sebagai sedulur papat sesungguhnya.
[5]
Jalma Rabama adalah daya kehewanan di dalam diri kita,
yang termanifestasi dalam instink untuk mempertahankan kehidupan ragawi, berupa
dorongan untuk makan, tidur, berhubungan seksual, dan semacamnya.
Matur nuwun tatarane
ReplyDelete