Di dalam Layang Djojobojo
yang merupakan bagian dari Manuskrip Kuna Gunung Klothok, diperkenalkan 4
patrap atau posisi dalam bermeditasi.
Patrap ini bisa dipraktikkan oleh siapapun yang menghendaki kejernihan
dan kemurnian diri. Cara
mempraktikkannya, dalam setiap posisi, dibarengi menyadari, mencermati dan
menikmati nafas yang natural.
Meditasi yang terdiri atas 4 posisi ini, merupakan
sarana penyadaran mengenai 4 perkara penting yang memastikan ketepatan dan
keproporsionalan hidup.
Pertama, kejumbuhan manusia dengan Gusti. Tak ada keterpisahan antara manusia dengan
Gusti. Gusti bertahta di dalam diri
manusia, dan keratonnya adalah di telenging manah. Dan saat yang sama, Gusti meliputi dan
memenuhi seluruh keberadaan manusia.
Gusti selalu menuntun manusia, memberi pelajaran secara langsung kepada
manusia lewat pengejawantahannya di telenging manah, yaitu Sang Guru
Sejati. Dan keadaan ini sejatinya
langgeng.
Kedua, manusia memiliki sedulur papat kang sayekti, saudara
empat yang sesungguhnya, yang dalam bahasa Jawa Kuna dinyatakan sebagai ngabida
dan dijadikan dari angin. Begitu bayi
lahir, melalui hambegan udara memenuhi raganya, maka, mapanlah saudara empat
yang masing-masing ngesuhi atau bertanggung jawab terhadap Wateg atau
Kesadaran, Rasa, Nalar dan Kehendak/Nyawa.
Kuasa-kuasa Gusti inilah yang dalam manuskrip Gunung Klothok dinyatakan
sebagai Notodoko, Torogono, Gokonongodo dan Gonodoko, sementara dalam
pewayangan dikenal sebagai sang punakawan yang dijuluki Semar, Gareng, Petruk
dan Bagong. Daya dahsyat yang dimiliki
manusia, sebetulnya terletak pada penyadaran terhadap sedulur 4 yang sejati
ini.
Ketiga, dalam kehidupannya di Planet Bumi manusia sejatinya
berada dalam kandungan semesta. Manusia
dipersiapkan untuk sebuah kelahiran baru.
Dan untuk bisa menggapai kelahiran baru yang sempurna manusia perlu
menuntaskan missi hidupnya. Terkait
dengan missi itu, manusia telah dijadikan Gusti secara sempurna. Apapun kondisi ragawi manusia, itu selaras
dengan cetak birunya, peruntukannya. Dan
Gusti telah menjamin semua kebutuhannya, sebagaimana kala manusia di dalam
kandungan Ibu. Manusia tak akan
berkekurangan dalam sandang, pangan, papan, selama manusia menjalankan hidup
selaras cetak birunya. Dan kesempurnaan
hidup manusia itu, bermula dari getar lembut di telenging manah, yang
membuat manusia bisa bergerak dan berkarya. Lewat karya yang selaras dengan
getar lembut dari telenging manah, manusia pasti bisa menampilkan
kehidupan serba gemerlap, cemerlang, indah dan harmoni.
Keempat, manusia sewajarnya hidup selaras dengan tuntunan dari
pusat hati. Kesadaran, rasa dan nalarnya
dituntun oleh net atau petunjuk Gusti dari telenging manah. Ini pula arti patuh kepada Gusti: bukan patuh
kepada aturan eksternal yang dikreasi manusia lain, tapi semata-mata patuh
kepada aturan, prinsip, dan penataan dari Gustinya sendiri. Karena justru sikap seperti ini yang
memastikan munculnya harmoni kehidupan.
Tegasnya, hidup manusia pasti tertata terbimbing oleh net-nya. Dengan intensif melakukan tindakan
meneng merasakan hambegan, manusia pasti
menjadi wening, dan semuanya bisa dunung/mapan di tempat yang semestinya.
Mohon dalam gambar 4 posisi patrap tersebut, diberi nomor urut terhadap 4 sarana penyadaran.
ReplyDelete