Menyelami jagad raya dengan rasa sejati, kita memang
akan menemukan perspektif-perspektif baru.
Kasunyatan jagad raya tidaklah seperti yang kita mengerti melalui
pengamatan dengan panca indera. Melalui
panca indera kita bisa mengerti bahwa semesta ini terdiri dari keberadaan yang
pada umumnya padat, serta terkategori menjadi benda mati dan makhluk
hidup. Batu, kayu, meteor, adalah contoh
benda padat yang dikategorikan sebagai benda mati. Tumbuhan, hewan, manusia, adalah contoh
mahluk hidup yang juga terbilang padat. Tetapi dengan mendayagunakan rasa
sejati, kita bisa menyelami kasunyatan jagad raya pada dimensi yang
berbeda. Kita bisa menyaksikan berbagai
benda dan makhluk pada dimensi energi.
Setiap benda dan makhluk pada dasarnya adalah manifestasi dari energi
dan masing-masingnya memiliki vibrasi tersendiri. Dan pada tataran ini, sesungguhnya tak ada
benda mati: semuanya hidup, semua bervibrasi.
Bahkan mayat manusia atau bangkai binatang dan tumbuhanpun sejatinya
hidup karena kesemuanya adalah manifestasi energi yang terus mengalami dinamika
dan transformasi menjadi bentuk-bentuk baru.
Maka, lewat penelusuran dengan rasa sejati jagad raya kemudian bisa
dimengerti sebagai lautan energi yang bervibrasi.
Berbicara
tentang energi, maka kita mau tak mau kembali pada kenyataan mengenai kekosongan
(suwung) yang menjadi inti, memenuhi dan meliputi seluruh keberadaan. Energi yang bekerja di jagad raya ini
termasuk yang bekerja pada setiap benda dan makhluk hidup, berasal dan berakar
pada ruang kosong (suwung). Setiap
benda dan makhluk tersusun dari partikel-partikel halus dan teramat kecil. Di antara partikel-partikel itu terhamparlah
ruang kosong. Dan di dalam
partikel-partikel itu sendiri juga terdapat ruang kosong, pada intinya dan
diantara bagian-bagian yang lebih kecil dari partikel itu.
Apa yang
ditemukan melalui laku meditasi dengan mendayagunakan rasa sejati, memiliki
keselarasan dengan temuan-temuan sains terkini yang dikenal sebagai fisika
kuantum[1]. Salah satu obyek fisika kuantum adalah benda
pada tataran partikel terkecil atau terhalusnya. Para peneliti fisika kuantum coba mengurai
realitas materi pada tatarannya yang paling kecil dan halus. Terkait dengan tujuan ini, eksperimen
dilakukan pembelahan benda
secara terus-menerus hingga ke tingkat materi yang sangat kecil. Dan materi
terkecil itu pun terus dibelah lagi dengan alat pemecah atom[2].
Setiap benda di jagad raya ini
tersusun dari atom, atom disusun oleh proton, neutron dan electron atau disebut
partikel subatomic. Ternyata partikel subatomic ternyata juga terdiri dari
partikel lebih kecil seperti kuark, gluon, lepton, dan neutrino[3].
Selanjutnya, mereka-mereka ini disusun lagi oleh sesuatu yang sudah tidak dapat
dibagi lagi. Inilah energi kecerdasan
yang hidup, yang terus bervibrasi tanpa henti, dan dijuluki kuanta[4].
Jadi, pada tataran yang paling
halus, setiap materi sejatinya adalah
energi. Ketika materi sudah tidak ada
lagi, yang ada adalah energi yang paling halus.
Lebih jelasnya, lewat pembelahan terus menerus terhadap sebuah benda
hingga mencapai partikel sub atom yang sangat kecil, bisa diketahui bahwa
keberadaan terkecil itu merupakan transformasi dari gelombang energi kuanta
yang memancar dari kekosongan.
Benda-benda yang terlihat padat, jika diobservasi semakin detail dengan
alat yang relevan, maka tampak jelas bahwa mereka tidaklah padat sama
sekali. Benda-benda itu terdiri dari
rongga-rongga atau ruang kosong yang berisi getaran energi yang bergerak
sedemikian cepatnya sehingga “terlihat” padat oleh indra penglihatan kita dan
“terasa” padat oleh indra peraba kita.
Bisa disimpulkan secara sederhana bahwa
melalui berbagai penelitian oleh ahli fisika kuantum, terungkap kenyataan bahwa
segala yang ada termasuk benda-benda yang terlihat padat, pada dimensinya yang
paling halus adalah energi yang bervibrasi.
Setiap benda padat terdiri dari molekul-molekul dan molekul-molekul itu
terdiri dari atom-atom. Atom-atom
terdiri dari partikel yang lebih kecil lagi, demikian seterusnya hingga
bermuara pada energi bergetar yang tak terlihat. Seluruh unsur jagad raya
termasuk manusia pada dasarnya adalah realitas energi yang bergetar. Sungguh keliru jika kita mempersepsi jagad
raya hanya sebagai kumpulan dari benda padat sebagaimana yang dicerap panca
indera. Apa yang dicerap panca indera
hanyalah kebenaran lapis luar. Di balik
itu terdapat kenyataan yang berbeda. Ini
yang menegaskan kebenaran kebijaksanaan kuno bahwa kebenaran itu
berlapis-lapis. Adalah ilusi jika kita
menyatakan kebenaran hanya dari satu dimensi atau hanya tergantung dari apa
yang bisa dibuktikan secara empirik mempergunakan panca indera.
Penelitian-penelitian pada Fisika Kuantum
juga mengungkapkan realitas bahwa kesadaran peneliti mempengaruhi realitas
obyek yang diteliti. Ditarik pada
kehidupan yang lebih luas, fenomena ini membenarkan paradigm dalam
spiritualitas bahwa kesadaran atau bagaimana kita seseorang bernalar,
menentukan realitas hidupnya. Jadi kesadaran yang bersifat non-fisik ternyata
membentuk realitas fisik. Pada titik
inilah menjadi penting membangun kesadaran harmoni untuk membentuk kehidupan
penuh harmoni baik pada ranah spiritual maupun material. Dan secara lugas bisa dinyatakann bahwa ini
bisa terjadi manakala seseorang mulai hidup dengan kesadaran spiritnya, atau
mulai hidup dengan tuntunan roh/atman/sukma sayekti.
[1] Fisika
kuantum, dikalangan para ilmuwan fisika, lebih dikenal sebagai mekanika kuantum, yang merupakan
cabang dasar fisika yang
menggantikan mekanika klasik pada
tataran sistem atom dan subatom. Mekanika
kuantum adalah bagian dari teori medan kuantum dan fisika kuantum umumnya, yang, bersama relativitas umum, merupakan
salah satu pilar fisika modern. Dasar dari mekanika kuantum adalah bahwa energi itu tidak
kontinyu, tetapi diskrit—berupa 'paket' atau 'kuanta'. Konsep ini cukup
revolusioner, karena bertentangan dengan fisika klasik yang berasumsi bahwa
energi itu berkesinambungan.
Mekanika kuantum berkembang dari
penyelesaian Max Planck tahun 1900 pada
masalah radiasi benda-hitam (dilaporkan
1859) dan paper Albert Einstein tahun 1905
yang menawarkan teori berbasis-kuantum untuk menjelaskan efek fotolistrik (dilaporkan
1887). Teori kuantum lama dipahami
secara mendalam pada pertengahan 1920an.
[2]
Mengenai atom ini, kita bisa mempelajari eksperimen Niels Bohr pada tahun 1913. Bohr
mengungkapkan teori atom sebagai inti atom yang dikelilingi sejumlah elektron
pada orbitnya, seperti matahari dikelilingi oleh satelit-satelitnya. Orbit yang
berbeda memiliki tingkat energi yang berbeda. Elektron dapat melompat dari satu
orbit ke orbit yang lain berdasarkan energi yang dilepas atau di terima. Bila
elektron menerima energi, ia dapat melompat dari orbit berenergi rendah ke
orbit berenergi lebih tinggi. Sebaliknya, bila karena sesuatu sebab elektron
melompat dari orbit berenergi lebih tinggi ke orbit berenergi lebih rendah,
dilepaskanlah energi. Serapan atau lepasan energi ini disebut photon. Photon
adalah boson. Photon adalah zarah cahaya, kuantum cahaya, paket cahaya. Pada
perkembangan berikutnya, rumusan Bohr disanggah oleh Erwin Schrodinger. Ia menyusun teori mengenai mekanisme atom,
sehingga teorinya disebut mekanika kuantum, dan menjelaskan bahwa elektron
tidak mengorbit secara teratur di sekeliling inti atom. Elektron memenuhi ruang
disekitar inti atom dengan probabilitas keberadaannya. Probabilitas ini berbentuk
awan atau kabut yang menyelimuti inti atom. Bila kita tidak mengukurnya dengan
sengaja, kita tidak tahu di mana elektron berada.
[3] Pada
permulannya, kata atom berarti suatu partikel yang tidak dapat
dipotong-potong lagi menjadi partikel yang lebih kecil. Tetapi kemudian diketahui atom tersusun atas
berbagai partikel subatom. Partikel-partikel
penyusun atom ini adalah elektron, proton, dan neutron.
Dari kesemua partikel subatom ini, elektron
adalah yang paling ringan, dengan massa elektron sebesar 9,11 × 10−31 kg
dan mempunyai muatan negatif. Ukuran elektron sangatlah kecil sedemikiannya
tiada teknik pengukuran yang dapat digunakan untuk mengukur ukurannya. Proton
memiliki muatan positif dan massa 1.836 kali lebih berat daripada elektron
(1,6726 × 10−27 kg). Neutron tidak bermuatan listrik
dan bermassa bebas 1.839 kali massa elektron atau (1,6929 × 10−27 kg).
Dalam model standar fisika, baik proton dan
neutron terdiri dari partikel elementer yang
disebut kuark. Kuark
termasuk kedalam golongan partikel fermion dan
merupakan salah satu dari dua bahan penyusun materi dasar (yang lainnya adalah lepton). Terdapat
enam jenis kuark dan tiap-tiap kuark tersebut memiliki muatan listrik
fraksional sebesar +2/3 ataupun −1/3. Proton terdiri dari dua kuark naik dan satu kuark turun, manakala
neutron terdiri dari satu kuark naik dan dua kuark turun. Perbedaan komposisi
kuark ini memengaruhi perbedaan massa dan muatan antara dua partikel tersebut.
Kuark terikat bersama oleh gaya nuklir kuat yang
diperantarai oleh gluon. Gluon
adalah anggota dari boson tolok yang
merupakan perantara gaya-gaya fisika
[4] Kuanta
adalah istilah yang digunakan oleh Max Planck pertama kali saat dia
menjelaskan teori rambatan energi cahaya yang bersifat diskret (tidak kontinu)
melainkan terpaket-paket (kuanta). Kuanta dinyatakan sebagai energi
cerdas karena bisa merespon vibrasi yang tertuju kepadanya.
Post a Comment