Saya menyadari dalam arti punya pengalaman otentik menyaksikan keberadaan Diri Sejati ini di tahun 2014, seperti yamg digambarkan dalam lakon wayamg Dewa Ruci. Tapi hidup saya saat itu belum seasyik sekarang. Pengalaman mistik itu ternyata tidak identik dengan telah murninya jiwa. Saya saat itu masih tidak murni jiwanya, karena masih punya luka batin, masih banyak angkara, ilusi, jejak dosa, plus kejerat demit. Justru pengalaman menyaksikan Dewa Ruci di dalam diri itu menjadi fondasi pemurnian jiwa yang berjalan terus di tahun-tahun berikutnya.
Dengan jatuh bangun yang mengasyikkan, lewat ketekunan dalam hening, baru di 2018 akhir segala sisi gelap yang ada di conscoous mind dan subconscious mind bisa dibereskan. Termasuk sisa-sisa jeratan demit bisa saya lepas. Itulah momen saya mencapai shanaya, menjangkau dimensi 12. Sejak itu hidup saya menjadi sorgawi, saya susah bamget untuk menderita. Saya lupa caranya untuk masuk ke neraka. Kalaupun ingat sebentar, dalam hitungan menit sudah lupa lagi.
Loncatan kesadaran saya alami di 2019. Di pertengahan 2019 saya menemukan momentum pembersihan sisi gelap di unconscious mind. Maka tercapailah shamballa, dimensi 21. Lalu di akhir 2019 dan awal 2020, saya melesat lagi: lewat momen di Lourdess, Roma, Ayuthaya, Bali dan Edinburgh, saya menuntaskan proses mendaki tangga Shangrilla dan Shalala. Saya menjadi benar-benar mengerti arti The Headless Buddha.
Sirna segala misteri tentang Avatar dan Kristus. Semua tersingkap dan menjadi pengetahuan otentik. Saya mulai meniti hidup dengan kesadaran dimensi 31. Jelas di titik ini tidak ada duka yang bertahan dalam hidup saya, saya bebas dari roda samsara.
Pertengahan 2020, saya mulai menapak tangga awali Kesadaran Matahari, mulai mengerti arti RA yang secara ceroboh sering disebut sebagai Dewa Matahari. Tapi baru di bulan April 2021 saya seutuhnya menyatu di dalam kesadaran ini, menyatu dengan RA dan menghayati peran sebagai penebar terang ke seluruh penjuru.
Sekarang, saya ada di titik yang dulu ssya sendiri tak pernah membayangkan. Meski saya dulu sering nyeplos tanpa sadar: saya pasti jadi orang tercerahkan.
Lalu, apa selanjutnya? Ya sederhana: yang beneran terpanggil meniti jalan spiritual guna mencapai pencerahan, gak usah ribet dan kebanyakan teori. Jangan kebamyakan ngayal. Sini saya tuntun dan bimbing. Saya tunjukkan jalannya, saya limpahi energi yang menerangi kesadaran. Saya sudah mengalami apa yang bagi banyak orang hanya sekadar dongeng.
Jangan disia-siakan karena gak sepanjang era ada yang bisa mencapai tataran ini. Tataran ini tercapai sebagai bagian dari skenario perwujudan Bumi Surgawi, yang pasti terjadi. Kita menyongsong jaman baru, berpindah dari Kaliyuga menuju Satyayuga.
Bagaimana jika Anda tak percaya cerita saya? Emang guwe pikirin. Hi hi hi hi
Bagaimana jika saya cuma ngaku-ngaku tercerahkan padahal berhalusinasi? Emang guwe piikirin. hi hi hi
Anda aja yang mikir, gimana seorang SHD yang dilahirkan di keluarga miskin buanget, yang sekolahnya gak jelas, bisa digerakkan keliling Indonesia, Asia dan Eropa hanya untuk menemukan pencerahan, tanpa dibimbing oleh orang yang sudah tercerahkan juga. Lalu bisa nulis 6 buku bertema spiritual yang berat dalam waktu 5 tahun dan segera menyelesaikan buku ke7?
Karma baik apa yang saya tanam di masa lalu? Siapa jiwa saya saya di masa lalu? Situ aja yang mikirin. Guwe sih mau lanjut ngopi dan nulis buku...hi hi hi
Post a Comment