Kaisar benar-benar sakit kepala. Ia sebenarnya tak tega melihat rakyat yang menderita akibat pemerintahan yang korup. Tapi ia merasa tak punya lagi kendali. Kaisar sadar, selama ini ia telah salah memilih orang-orang kepercayaan.
Kaisar pada dasarnya adalah orang yang punya niat baik. Ia ingin membuat negara ini maju. Tapi ia telah salah langkah, ia kadung berhutang budi pada orang-orang yang mengantarnya ke tahta kekaisaran. Ia menjadi lemah jika harus berhadapan dengan orang-orang yang punya jasa terhadap karier politiknya. Ia tak berdaya jika harus berhadapan dengan para tokoh legendaris dari dunia hitam yang mengatur kekaisaran dari balik tirai.
Niat baik memang tak pernah cukup jika mau berhasil di dunia politik. Kerajaan tak akan berubah jadi baik hanya dengan niat baik. Dibutuhkan pemimpin yang tak hanya niat baik, tapi juga punya kekuatan politik yang nyata. Pemimpin itu juga harus bisa mengatasi segala godaan, dan menghalau segala intimidasi.
Pemimpin yang hebat memang mestinya tidak lagi punya kemelekatan pada harta, tahta, keluarga bahkan pada nyawanya sendiri. Ia harus siap kehilangan nyawanya jika itu memang dibutuhkan untuk membela rakyatnya.
Tapi memang tak mudah mendapatkan pemimpin yang bisa diandalkan untuk memperbaiki kekaisaran yang kadung rusak-rusakan. Hanya di momen yang istimewa, muncul pemimpin pembaharu yang dianugrahi semesta kekuatan untuk membawa perubahan besar. Pemimpin seperti ini tak bisa juga bekerja sendiri, ia harus didampingi orang-orang yang berjiwa perwira dan berhati murni.
Kembali pada Sang Kaisar. Kini ia sedang benar-benar merenungkan semuanya sembari menikmati kawanan ikan koi yang berenang kesana kemari. Ia merasa iri pada kedamaian yang ditampakkan kawanan ikan koi itu. "Mengapa manusia tak bisa hidup damai dan harmoni seperti ikan koi? Mengapa manusia bisa demikian kejam saling menjatuhkan dan saling memakan?"
Di kedalaman hatinya Kaisar betul-betul merasakan nelangsa. Ia tak bahagia dengan semua yang telah dan tengah terjadi. Tapi apa yang bisa ia lakukan untuk mengubah keadaan? Kaisar memejamkan mata. Berharap dalam perenungannya ia biss menemukan jawaban.
Sementara itu, di tempat lain di luar Kotaraja, Pendekar Naga Putih kembali bertemu dengan kakek super sakti. Mereka berbincang bincang di kedai yang sunyi di jalan menuju Gunung Utara, sembari menikmati arak yang lembut khas daerah Utara.
"Anakku, terus lakukan manuvermu dengan kehati-hatian yang sempurna. Sudah tiba saatnya negeri ini kembali bangkit dan rakyat bisa menikmati hidup yang aman sentausa."
"Saya lakukan hal terbaik yang saya bisa. Saya jalankan apa yang menjadi tugas semesta buat saya." Pendekar Naga Putih menjawab dengan sikap hormat.
"Banyak pendekar yang terbangkitkan kesadarannya oleh kemunculan dan kiprahmu. Kita hanya harus memilih orang-orang yang tepat, jangan sampai ada musuh di dalam selimut"
"Saya mengerti Kek. Kenyataannya, saat ini ada kekuatan alam yang sedang bekerja menyingkap semua kedok dari orang-orang yang palsu. Siapapun yang mau menyusupi pergerakan ini pasti bisa kita deteksi. Saya tak ada toleransi pada siapapun yang hatinya mendua hanya mengejar keuntungan dan enak sendiri."
Sang Kakek menghela nafas, "Teman-temanku kini juga sedang bekerja. Mereka selama ini menunggu komando yang jelas. Mereka sangat kita butuhkan untuk membangkitkan kekuatan rakyat yang tertidur."
"Terima kasih Kek. Saya terharu atas segala anugerah dan bala bantuan yang datang. Saya mengerti, untuk perubahan besar inilah saya dilahirkan dan hidup digembleng dalam lika-liku hidup yang ekstrim."
"Itulah garis hidupmu, konsekuensi dari perjalanan jiwamu. Alam telah memberi banyak pertanda, para durjana segera mengalami kejatuhan. Tentu saja para durjana ini tak akan tinggal diam. Mereka akan terus bermanuver untuk mempertahankan kekuasaan. Tapi pergerakan kita juga tak akan bisa dihentikan.
Engkau perlu bertemu dengan Jendral Huang. Ia punya patruotisme, dan ia punya kekuatan yang memadai untuk mengimbangi kekuatan Hulubalang Utama."
"Ya Kek, saya menunggu momentum. Tapi saya sudah memberi pesan, bahwa saya mendukung penuh Jendral Huang."
Obrolan mereka terus berlanjut sampai senja tiba. Suara seruling yang mendayu-dayu terdengar dari kejauhan. Pendekar Naga Putih tahu peniup seruling ini adalah pendekar dari Perguruan Teratai Suci yang jelita. Hatinya berdebar mengingat wajah pendekar perempuan itu. Tentu saja Sang Kakek yang telah makan asam garam kehidupan mengerti apa yang terjadi.
Ia berkata singkat sambil tersenyum, "Dialah pasangan ilahimu, engkau dan dia bertemu sebagaimana yin yang mesti berpasangan. Inilah saatnya engkau mengalami cinta yang tak membawa luka dan derita.
Ia berkata singkat sambil tersenyum, "Dialah pasangan ilahimu, engkau dan dia bertemu sebagaimana yin yang mesti berpasangan. Inilah saatnya engkau mengalami cinta yang tak membawa luka dan derita.
Saatnya engkau membuktikan sendiri kekuatan cinta yang membawa energi baru untuk kehidupan."
Pendekar Naga Putih tak bisa berkata apa-apa, tapi wajahnya memerah.
Pendekar Naga Putih tak bisa berkata apa-apa, tapi wajahnya memerah.
Post a Comment