PERTEMPURAN DI BUKIT TENGKORAK




Bukit Tengkorak tengah membara. Kali ini sepasukan pendekar yang teguh membela rakyat jelata, harus bertarung habis-habisan dengan gerombolan pendekar bayaran yang dikerahkan Hulubalang Utama. Lima banding lima puluh. Secara jumlah memang timpang. Tapi nyatanya pertarungan berjalan seru. Kekuatan dua kelompok yang beradu ini terbilang imbang.

Pedang saling beradu. Saat yang sama, pukulan-pukulan dahsyat yang mengandung tenaga dalam terlontar dari kedua belah pihak. Satu di antara lima pendekar yang dikeroyok ternyata adalah sesosok perempuan. 

Gaunnya yang lebar dan berwarna merah maroon berkibar-kibar. Parasnya yang jelita penuh dengan peluh. Gerakannya sangat lincah, ia meloncat kesana kemari sembari mengayunkan pedangnya yang memancarkan sinar kebiruan. Empat orang lainnya adalah pria berbagai usia: yang paling muda di kisaran 30 tahun, sementara yang tertua sekitar 50 tahun.

Beberapa jurus berjalan. Di satu momen, perempuan bergaun merah maroon itu melakukan gebrakan cepat. Dua orang roboh sekaligus. Satu orang tertebas pedang, yang lainnya tumbang oleh pukulan yang mengenai ulu hati. Itu memberi semangat bagi 4 pendekar aliran putih lainnya. Mereka mempercepat gerakan dan itu membawa hasil: masing-masing menumbangkan satu lawan. Pertarungan menjadi makin seru.

Setelah beberapa jam berjalan, situasi menjadi sulit bagi 5 pendekar aliran putih. Para pendekar bayaran ini mendapat tambahan kekuatan. Beberapa prajurit kekaisaran ikut terlibat dalam pertarungan dan memberi tekanan hebat.

Dalam situasi kritis, dari arah utara muncul gelombang angin yang kuat disertai suara menggelegar. Itu cukup untuk menghentikan pertarungan hebat itu untuk beberapa saat.

Ternyata Pendekar Naga Putih yang muncul ke gelanggang. Ia tergerak untuk mendekati Bukit Tengkorak, mengikuti bisikan hatinya yang paling dalam. Ternyata ia memang dibutuhkan kedatangannya untuk menyelamatkan 5 pendekar satu perguruan silat yang termasyhur di kawasan Barat. 5 pendekar ini adalah murid utama dari tokoh persilatan yang berjuluk Dewa Pedang dari Barat.

Sang Pendekar Naga Putih berseru,

"Tuan-tuan, untuk apa semua pertarungan ini? Anda semua menyabung nyawa, untuk siapa?"
Sosok tertua dari 5 pendekar aliran putih menyahut,

"Anak muda...bagi kami, inilah yang namanya resiko perjuangan. Tugas kami adalah melindungi rakyat jelata yang lemah. Kami hanya menjalankan dharma kami. Tapi kami dituduh sebagai pemberontak. Padahal jelas itu fitnah. Guru kami memang mengkritik Kaisar. Tapi mengkritik jelas berbeda dengan memberontak."

Salah satu pendekar bayaran berteriak,

"Jangan banyak cakap. Kami memegang mandat untuk menangkap kalian. Kalian telah merongrong ketertiban negara."

"Hmm....itulah tuduhan yang ngawur. Karena uang kebenaran disalahkan, yang salah dibenarkan. Apakah kalian semua tidak memandang hal lain yang lebih penting dan berharga ketimbang uang?" Dengan tegas sang pendekar dari Perguruan Teratai Suci asuhan Dewa Pedang dari Barat memberi sanggahan.

"Hmmm......buatku sangat jelas. Keroyokan seperti ini sangat bertolak belakang dengan prinsip ksatria. Lagi pula, aku tahu kalian bertempur dengan motif yang berbeda. Lima pendekar ini bertarung dengan resiko nyawa karena membela rakyat jelata yang lemah. Sementara kalian berlindung di balik wewenang negara padahal hanya berpikir memperkaya diri dan tak segan mendukung tindakan yang lalim.

Aku tegaskan, aku membela para ksatria sejati. Aku bela siapapun yang diperlakukan dengam tidak adil."

Ucapan itu membuat dua kelompok kembali bersiap bertempur kembali. Tapi adanya Pendekar Naga Putih membuat posisi 5 pendekar ini menjadi sangat kuat.

Begitu serangan dimulai oleh para pendekar bayaran, Pendekar Naga Putih berteriak dan melontarkan chi udara yang membentuk gelombang seperti taifun. Manuver ini meringkas waktu. Puluhan orang langsung jatuh berguling-guling. Mereka coba bangun tapi tak bisa lagi bangkit sempurna. Mereka kembali roboh.

Menyaksikan hal yang aneh seperti, para pendekar bayaran dan prajurit yang tersisa, memilih mundur dari medan laga.

Note: Pendekar jelitanya udah muncul. Tapi cerita romantis masih butuh waktu untuk terjadi. Kalau masih mau menunggu, ya sabar....hi hi
0 Response to "PERTEMPURAN DI BUKIT TENGKORAK"

Post a Comment



Laku spiritual adalah proses bertumbuhnya pengalaman keilahian, wujudnya adalah menjadi penuh dengan daya, penuh kebijaksanaan, penuh kecerdasan, penuh kreatifitas, penuh welas asih.


Setyo Hajar Dewantoro
Founder of Mahadaya Institute


Buku

Buku Medseba Buku Sastrajendra Buku Suwung Buku Sangkan Paraning Dumadi Buku Jumbuh Kawula Gusti Buku Tantra Yoga Buku Kesadaran Matahari Buku Kesadaran Kristus

Kegiatan