MEMBERI YANG TERBAIK




Sungguh hal yang tragis, ketika hasil kerja keras kita selama bertahun-tahun dan tinggal kita petik hasilnya, kini justru tak bisa kita genggam. Betapa mendongkolkan, ketika perjuangan penuh komitmen selama bertahun-tahun yang dilandasi keprihatinan dan semangat pantang menyerah, tak memberikan hasil nyata apapun yang bisa kita nikmati secara kongkrit.

Anda pernah merasakannya? Pernahkah Anda merintis sebuah bisnis, membesarkannya dengan penuh kesabaran, dengan bercucuran peluh dan menghabiskan waktu yang berharga, lantas ketika bisnis tersebut mulai menuai sukses, ia terlepas dari tangan Anda? Bukankah hal yang tragis ketika kita dicampakkan dari rumah yang sebagian besarnya kita bangun dengan kreativitas dan tenaga kita sendiri?

Kadang dunia terasa kejam bagi kita. Kita merasa sudah memberikan yang terbaik kepada dunia, tapi kita tak memperoleh yang terbaik. Sebaliknya, dalam pandangan kita, bagian terbaik itu justru dinikmati oleh mereka yang tak mampu memberikan yang terbaik dari hidup mereka. Betapa tidak adilnya .........!

Persoalannya adalah, bagaimana kita menyikapinya?

Mengikuti bisikan egoisme dari dalam diri, barangkali yang kita kembangkan adalah sikap destruktif. Itu kecenderungan yang pernah muncul pada diri saya, sebagai reaksi impulsif terhadap kejadian yang terasa sangat memukul. Sudahlah, demikian bisikan dari dalam diri saya, mulai sekarang saya akan berlaku selayaknya pecundang. Tak perlu lagi segenap kerja keras, kreativitas dan komitmen penuh dari dalam jiwa. Toh, itu semua tak menjamin kita memperoleh apa yang kita inginkan dari dunia ini. Yang perlu saya lakukan adalah merancang beberapa strategi politis, yang potensial untuk membolak-balikkan kenyataan. Yang benar jadi salah, yang salah jadi benar. Yang menang jadi kalah, yang kalah jadi menang. Toh kemenangan di dunia ini, lebih sering ditentukan oleh kelicikan dan kepandaian bersiasat, bukan oleh kerja tekun dan pengorbanan sepenuh hati.

Tapi, kesadaran yang lebih mencerahkan, membisiki hal lain. Mestikah kita turut gila di tengah dunia yang gila? Mestikah kita jadi pecundang di tengah kumpulan orang-orang yang lebih suka jadi pecundang? Benarkah dunia demikian sempit, sehingga benar-benar tak ada ruang bagi apresiasi terhadap kerja keras, ketekunan, komitmen dan pengorbanan sepenuh hati?

Jawabannya jelas: Tidak!

Merujuk pada misi kehidupan kita sebagai individu, kita adalah khalifatullah fil ardh. Kita adalah makhluk dengan potensi kreativitas dan kemuliaan pribadi untuk memakmurkan dunia, memberi yang terbaik bagi dunia. Nilai kemanusiaan kita akan diukur dari sejauh mana kita bisa memberikan kontribusi pada kemakmuran dunia. Dan kita berhadapan dengan Allah, Sang Penyelenggara Kehidupan. Sungguh, pertanggungjawaban kita hanyalah kepada Allah. Dan sebaliknya, tuntutan kita akan keadilan, bisa kita alamatkan hanya kepada-Nya.

Sejauh menengok pada sunnatullah, hukum-hukum Allah di muka bumi, segala sesuatunya akan berjalan secara pasti. Siapa yang menabur kebaikan, akan menuai kebaikan juga. Siapa yang menabur benih pisang, ia akan menuai buah pisang, bukan jenis buah lainnya. Tanpa kepastian ini, tentulah dunia ini akan guncang, dan ilmu pengetahuan menjadi tak bermakna. Artinya, mengikuti sunnatullah, jika kita memang memberikan yang terbaik kepada dunia, maka dunia pun akan memberikan yang terbaik kepada kita.

Lantas mengapa acapkali fakta berbunyi lain? Letak soalnya adalah pada cara pandang kita yang sempit: kita memandang dunia sebatas pada cakrawala masa kini yang teramat terbatas. Kita acapkali mengidentikkan dunia dengan lingkungan keseharian kita yang barangkali dipenuhi oleh mereka yang tak berjiwa besar. Mereka barangkali tak kuasa mengapresiasi Anda secara layak. Tapi bergeserlah. Di tempat lain, di lingkungan lain, Anda bisa memperoleh apa yang Anda inginkan, sebuah apresiasi yang layak terhadap kerja keras, komitmen dan ketekunan.

Apa yang telah Anda berikan di sebuah tempat atau lingkungan, mungkin tak memberikan kepada Anda hal terbaik yang Anda inginkan. Tapi itu sudah cukup untuk membuat Anda punya nilai sebagai manusia. Proses memberi kepada dunia, lewat kerja keras, ketekunan dan komitmen sepenuh hati, jauh lebih penting ketimbang apa yang kemudian kita peroleh. Puaskanlah hati Anda dengan fakta bahwa Anda punya kesempatan istimewa untuk memberikan sesuatu kepada dunia ....!

Pengalaman saya pribadi menunjukkan, pada akhirnya segenap kerja terbaik yang saya rasa pernah saya lakukan, tidaklah sia-sia. Buah manisnya datang dari jurusan yang tak saya sangka. Ternyata, Allah Sang Penyelenggara Kehidupan, memang tak pernah melupakan setitikpun perbuatan baik yang kita lakukan.

Agaknya, ujaran Kent M. Keith pantas selalu kita renungkan, “Jika Anda tidak memberikan hal terbaik Anda kepada dunia, apa yang Anda berikan kepada dunia ini?”
0 Response to "MEMBERI YANG TERBAIK"

Post a Comment



Laku spiritual adalah proses bertumbuhnya pengalaman keilahian, wujudnya adalah menjadi penuh dengan daya, penuh kebijaksanaan, penuh kecerdasan, penuh kreatifitas, penuh welas asih.


Setyo Hajar Dewantoro
Founder of Mahadaya Institute


Buku

Buku Medseba Buku Sastrajendra Buku Suwung Buku Sangkan Paraning Dumadi Buku Jumbuh Kawula Gusti Buku Tantra Yoga Buku Kesadaran Matahari Buku Kesadaran Kristus

Kegiatan