Ajaran Kejawen bukanlah agama, melainkan sebuah falsafahhidup. Karena itu, menganut danmenghayati ajaran ini, tidak mesti keluar dari agama yang semula dipeluk. Seorang Muslim yang juga menghayati AjaranKejawen, tetaplah seorang Muslim: Kejawen tak lebih dari sebuah sudut pandangatau kerangka dalam menafsirkan Islam.Dengan kata lain, seorang penganut Islam Kejawen, adalah tetap seorangMuslim yang memiliki berbagai kesamaan fundamental dengan Muslim lainnya diberbagai belahan penjuru dunia dalam hal keyakinan, sistem etika maupun praktekritual. Namun saat yang sama, iamemiliki perbedaan dalam hal citarasa keagamaan, dalam hal pandangan dunia dandalam penerapan nilai-nilai agama pada hidup keseharian, yang bertolak daripenghayatan terhadap kenyataan hidup dan kebudayaan yang melingkupinya, yangniscaya berbeda dengan Muslim di berbagai belahan dunia lainnya.
Cara berislam orang Jawa niscaya berbeda dengan caraberislam orang Badui Arab, sebagaimana berbeda pula dengan cara berislam orangIndia, Persia, Cina dan Eropa. Padakenyataannya, kebudayaan lokal – sebagaimana kepentingan politik sebuah rezim -tak bisa diabaikan dalam membangun budaya masyarakat Islam di berbagai belahandunia. Saya ingin membuat sebuahpembanding: bagaimana kebudayaan Persia menjadi titik tolak bagi kemunculansebuah cara berislam yang khas, berbeda dengan corak yang lazim berkembang ataumenjadi arus utama di Jazirah Arab.
Henry Corbin, dalam karyanya Imajinasi Kreatif SufismeIbnu Arabi yang diterbitkan Penerbis LKIS (judul aslinya L'Imagination creativedans le Soufism d"Ibn 'Arabi terbitan Princeton University Press New York),memaparkan apa yang telah dihasilkan oleh seorang jenius spiritual Persiabernama Syihabuddin Yahya Suhrawardi (1155-1191) sebagai berikut: "Meskipunhidupnya terputus begitu singkat, ia berhasil mewujudkan rencana sebuah rencanabesarm menghidupkan kembali kebijakan Persia kuno di Iran. Doktrinnya tentang cahaya dan kegelapan. Hasilnya adalah filsafat, atau tepatnyadengan mengambil istilah bahasa Arab dalam arti asal katanya, "teosofi cahaya"(hikmat al-isyraq) yang banyak kitatemukan persamaannya di halaman-halaman Ibnu Arabi. Dalam mewujudkan rencana besar ini Suhrawardimenyadari bahwa dirinya tengah mendirikan 'Kebijakan Timur' yang juga telahdicita-citakan Ibnu Sina dan yang pengetahuannya kelak akan sampai ke RogerBacon pada abad 13." Seperti apakahproduk pemikiran Suhrawardi yang diangkat dari kebijakan Persia kuno ini? Henry Corbin menjelaskan: "Salah satu ciriyang esensial adalah bahwa di dalamnya filsafat dan pengalaman mistik tidakbisa diceraikan; filsafat yang tidak berpuncak pada metafisika ekstase adalahspekulasi yang sia-sia, pengalaman mistik yang tidak dilandasi pengkajianfilsafat yang logis akan menghadapi bahaya kehinaan dan ketersesatan."
Secara lebih teknis, Suhrawardi berusaha melestarikan hakistimewa imajinasi sebagai organ dunia tengah, sekaligus melestarikanrealitas-realitas khusus peristiwa-peristiwa penampakan Ilahi yang melampauiapa yang bisa dicerap oleh panca indera.Dalam karya-karyanya, Suhrawardi menampilkan sebuah tema khas: pencariandan perjumpaan dengan Roh Kudus, akal aktif, Malaikat Pengetahuan, dan wahyu,yang kesemuanya itu berada di alamal-mi'tsal (dunia citra bayangan).
Apa yang dikerjakan oleh Suhrawardi, kemudian bertautandengan karya-karya besar Ibnu Arabi.Pemikiran kedua mistikus besar ini kemudian benar-benar bercampur baur, menjadilandasan bagi terbangunnya sebuah pandangan dunia Islam yang khas Iran. Ide dominan dari dua tokoh ini yang kemudiandilanjutkan oleh para tokoh Persia lainnya adalah mengenai keberadaan teofani(tajalli, Penampakan Tuhan) dalam bentuk manusia. Manusia ini adalah manusia yang telahmencapai tataran kesempurnaan: ia merupakan manifestasi dari Tuhan. Dalam doktrin Islam Syiah yang berkembang diIran, sosok manusia ideal sebagai manifestasi Tuhan ini dipahami sebagai paraimam suci keturunan Nabi Muhammad dari garis Imam Ali dan Fatimah.
Sementara menyangkut diri Ibnu Arabi sendiri, denganbertumpu pada metode beragama yang mengedepankan Imajinasi Kreatif sebagaiorgan untuk menangkap kebenaran sejati, ia masuk pada rangkaian pengalamanspiritual yang kaya: pertemuan dengan berbagai wujud tak kasat mata sepertiNabi Khidir, juga sosok gadis jelita Sophia Aeterna, dan akhirnya pencapaian berbagai pengetahuantanpa proses belajar yang lazim. Iamisalnya, bisa melahirkan karya monumental berjudul Fushus al-Hikam (MutiaraKebijaksanaan Para Nabi), berkat suatu penampakan (vision) dalam sebuah mimpipada tahun 627 H/1230 M. Dalam mimpi ituNabi Muhammad menampakkan diri kepada Ibnu Arabi sambil memegang kitab yangjudulnya beliau ucapkan sendiri dan beliaupun memerintahkan agar ajaran-ajarandi dalam kitab itu ditulis demi kemanfaatan yang lebih besar bagimurid-muridnya. Sementara karya hebatlainnya, Futuhat al-Makiyyah fi Ma'rifah al-Asrar al-Malikiyyah wa al-Mulkiyyah(Perihal Wahyu-wahyu yang Turun di Mekkah Mengenai Pengetahuan Raja danKekuasaan), disusun berdasarkan ilham dan visi yang membanjiri Ibnu Arabiketika berthawaf mengelilingi Ka'bah dan setelah bertemu dengan sosok gadisjelita bernama Sofia yang muncul dari kegelapan malam.
Lebih jauh bisa dijelaskan, melalui cara beragama yangmenekankan pentingnya pengalaman ruhani secara langsung dengan memanfaatkankeberadaan organ Imajinasi Kreatif, Suhrawardi, Ibnu Arabi dan para penerusnyakemudian memperkenalkan apa yang disebut dengan ta'wil, penafsiran bathin atauspiritual esoterik, terhadap ajaran-ajaran agama sebagaimana termaktub dalamKitab Suci maupun Hadits Nabi. Diyakinibahwa di makna lahiriahnya, ayat-ayat Al Qur'an mengandung makna bathin yanghanya bisa dilihat oleh mereka yang mata bathinnya atau Imajinasi Kreatifnyatelah teraktivasi melalui disiplin ruhani tertentu.
Cara pendekatan seperti ini, tentu saja berbeda dengancara beragama yang yang sangat dominan di kalangan Sunni yang berbasis diJazirah Arab dan mewarnai dunia Islam lainnya: yang pertama adalah kelompokyang cenderung menolak kesahihan pengalaman mistis sekaligus menolak filsafatsebagaimana ditampilkan mayoritas Ahli Hadits atau Ulama Fiqh, yang keduaadalah kelompok tasawuf yang memuliakan pengalaman mistis tapi mengabaikanfilsafat.
Dominasi kelompok tasawuf yang anti filsafat di kalanganSunni, merupakan andil sosok yang sangat berpengaruh: Imam Al-Ghozali yangdigelari Hujattul Islam. SeranganAl-Ghozali terhadap filsafat berperan melumpuhkan tradisi intelektual dikalangan Sunni. Sempat bangkit sesaat dimasa Ibnu Rusyid, tradisi intelektual ini kemudian hanya menjadi arus pinggiranyang dinikmati segelintir intelektual Sunni, hingga saat ini.
Sementara cara beragama yang legalistik, kering, bahkan padatitik tertentu membelengu potensi kemanusiaan yang menjadi tipikal mayoritasahli fikih dan ahli hadits, ironisnya justru mewabah di tempat asal muasalturunnya wahyu kepada Nabi Muhammad: Mekkah dan Madinah, yang berimbas padaJazirah Arab dan berbagai belahan dunia lainnya yang berkiblat kepadanya. Ini tak lepas dari kemenangan politikkelompok penerus Ibnu Taymiah yang anti-filsafat sekaligus anti-tasawuf. Kelompok ini menjadi dominan ketika Muhammadbin Abdul Wahhab yang berkoalisi dengan Dinasti Ibnu Suud, sukses menuaikemenangan politik dan lantas berkuasa di Arab Saudi hingga saat ini. Dan karena berada di jantung dunia Islam,pengaruhnya terhadap kawasan masyarakat Muslim lainnya jelas tak bisa diabaikan. Dengan jargon pemurnian Islam, kelompok inirelatif sukses meneguhkan hegemoninya di dunia Islam: corak Islam lain yangmengapresiasi tradisi lokal acapkali secara serampangan disebut sebagai bid'ahyang patut dihancurkan.
Sebetulnya, cara beragama yang legalistik dan keringitulah yang sempat dikhawatirkan oleh Sayyidina Ali menjangkiti umat Islam:
"Akan tiba waktunyabagi umatku, ketika tidak ada yang tersisa dari Al-Qur'an kecuali bentukluarnya dan tidak ada Islam kecuali namanya dan mereka akan memanggil dirimereka dengan nama tersebut walau mereka adalah umat yang paling jauh dari itu.Mesjid mereka akan penuh dengan jamaah tapi kosong dari petunjuk. Para pemimpinagama (fuqoha) masa itu merupakan para pemimpin agama paling jahat di bawahlangit, kemungkaran dan perselisihan akan muncul dari mereka dan kepada merekasemua itu akan dikembalikan."
(Sayyidina Ali dalam Bihar al-Anwar)
Itu pula yang dikritik oleh Fariduddin Attar, Sufi dariNishapur:
"Semua agama, seperti parateolog dan pengikut mereka memahami kata itu, adalah sesuatu yang lain dari apayang diperkirakan orang. Agama adalah sebuah kendaraan. Ekspresinya, ritualnya,moralnya, dan ajarannya yang lain dirancang untuk menimbulkan pengaruh tertentuyang memperbaiki, pada waktu tertentu, komunitas tertentu.
...agama dilembagakansebagai sebuah alat mendekati kebenaran. Bagi mereka yang berpikir dangkal,alat selalu menjadi tujuan, dan kendaraan menjadi berhala.
Hanya orang-orang yangbijak, bukan orang yang beragama atau berpengetahuan, yang dapat membuatkendaraan itu bergerak lagi."
Kembali pada Islam ala Jawa atau Islam Kejawen, jika kitamerujuk pada apa yang terjadi di Persia, jelas itu merupakan sebuah keniscayaanbahkan merupakan gejala yang sah. KetikaIslam hadir, Tanah Jawa ataupun Nusantara bukanlah padang tandus tanpaperadaban. Dalam beberapa hal, peradabandi kawasan ini telah demikian maju.Kejawen atau tradisi lokal Jawa yang telah diperkaya oleh KebudayaanHindu Budha dari India, merupakan sesuatu yang tak bisa dilupakan begitu sajaoleh manusia Jawa. Apalagi manusia Jawamemiliki memori kolektif bahwa dengan melandaskan kehidupan mereka pada budayaluhur sebagai hasil sintesa antara Kajewen dengan Hindu Budha, kejayaan politikdan kemakmuran ekonomi pernah dicapai, baik di masa Kerajaan Kutai, Sunda Galuhdan Pajajaran, Sriwijaya maupun Majapahit.
Sudah selayaknya, para cerdik pandai diTanah Jawa melanjutkan kebiasaan cerdas untuk mensintesiskan apa yang sudah ada(yaitu tradisi lokal) dengan apa yang baru hadir dan dipandang baik (termasukajaran Islam, baik yang dibawa oleh para mistikus Persia seperti SyeikhSubakir, maupun para pedagang Arab yang kemudian disebut sebagai parawali). Upaya sintesis antara Islam danKejawen ini, terutama dilakukan oleh raja-raja dan para pujangga dari kerajaanyang meneruskan tak hanya garis darah Majapahit tetapi juga sekaligus strategibudayanya: Pajang dan Mataram. SultanHadiwijaya, Panembahan Senopati, Sultan Agung, dan beberapa penerusnya, adalahsosok raja yang memanfaatkan kekuasaan politik mereka untuk melestarikan corakkeagamaan khas Tanah Jawa: agama yang dijawakan. Pada masa lalu, Hindu Budha telah dijawakansedemikian rupa sehingga Hindu Budha di Tanah Jawa dan Nusantara berbeda denganHindu Budha di negeri asalnya, India.Demikian pula, pada masa Pajang dan Mataram, Islam dijawakan sedemikianrupa sehingga jelas tak sama lagi citarasanya dengan Islam yang disampaikanoleh para pendakwahnya dari Persia maupun Jazirah Arab.
Lalu apa yang sebetulnya dimaksudkandengan menjawakan Islam? MenjawakanIslam artinya adalah menafsirkan Islam sesuai dengan tradisi mistik yang telahberkembang di Tanah Jawa, baik yang berangkat dari ajaran Kejawen asli maupunKejawen yang telah diperkaya dengan Hindu dan Budha. Konsep-konsep Kejawen seperti rahsa sejati, sukma sejati, manunggalingkawula gusti, harmoni jagad alitjagad ageng, termasuk ritual-ritual masyarakat Jawa seperti slametan, dipergunakan sebagai instrumenuntuk membumikan nilai-nilai universal Islam dalam kehidupan sehari-harimanusia Jawa. Cara pandang Kejawenmengenai hakikat dan struktur ruhani manusia, asal muasal dan tujuan kehidupan,hubungan antara wadah dan isi dan pemahaman bahwa isi lebih penting ketimbangwadah, dan berbagai konsep lainnya, melandasi tindakan orang Jawa dalammenafsirkan Islam. Secara keseluruhan,kita bisa melihat bahwa Islam Kejawen adalah sebuah sistem keagamaan yangmengedepankan dimensi mistik, sangat menghargai pengalaman ruhani, dan meyakinibahwa instrumen terpenting dalam menangkap kebenaran adalah rahsa sejati, yangbisa disejajarkan dengan intuisi, dzaukataupun Imajinasi Kreatif. Akal budiatau fakultas rasional, tentu saja tidak diabaikan, tetapi dianggap bukansebagai instrumen yang paling akurat karena ia memiliki keterbatasan: akal buditidak bisa menembus alam kasunyatan yang dalam khazanah Ibnu Arabi disebutdengan alam al-mitsal.
Kita bisa melihat, bahwa dengan corakdemikian, Islam Kejawen lebih dekat dengan corak Islam ala Persia sebagaimanadikembangkan oleh Suhrawardi dan Ibnu Arabi.Dan saat yang sama, berbeda cukup serius dengan Islam ala Timur Tengah,khususnya yang berorientasi pada purifikasi dan terpengaruh kuat oleh ajaranIbnu Taymiah dan Muhammad bin Abdul Wahab.Di Tanah Jawa sendiri, ketegangan antara Islam Kejawen dan Islam alaTimur Tengah ini muncul baik dalam dinamika politik berupa pergulatan antaraKesultanan Demak dengan Kerajaan Pajang dan Mataram, berbagai fragmenpenghukuman tokoh-tokoh mistik yang dianggap sesat seperti Syeikh Siti Jenar,Ki Ageng Kebo Kenongo, Syeikh Mutamakkin, juga dalam bentuk perdebatanintelektual antara para pujangga dan mistikus Islam Kejawen seperti RadenRonggo Warsito dan KGPAA Mangkunegoro IV dengan para lawannya. Pada masa Indonesia modern, perdebatan bahkanpergulatan antara Islam Kejawen dan Islam ala Timur Tengah ini tampak denganjelas pada masa pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalangan yang mengedepankan dimensi mistisIslam yang diujungtombaki Presiden RI pertama Soekarno, berhasil menancapkan rancangannegara ini lebih sebagai negara spiritualis tapi bukan negara agama, melaluipenetapan Pancasila yang memiliki sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa sebagaidasar negara. Konsep negara spiritualisini yang sebetulnya bisa menyatukan berbagai kalangan termasuk kalangannon-Muslim dari berbagai daerah di Indonesia.Tanpa itu, sulit dibayangkan negara ini bisa meraih kemerdekaannya,karena tak ada kemerdekaan tanpa persatuan.
Dalam karya monumentalnya Di BawahBendera Revolusi, Soekarno menulis penuh semangat:
"Islam is progress – Islam itukemajuan, begitulah telah saya tuliskan di dalam satu surat yangterdahulu. Kemajuan karena fardhu,kemajuan karena sunnah, tetapi juga kemajuan karena diluaskan dan dilapangkanoleh djaiz atau mubah yang lebarnya melampaui batas-batasnya. Progress berarti barang yang baru, yang lebihtinggi tingkatannya daripada barang yang terdahulu. Progress berarti pembikinan baru, ciptaanbaru, creation baru – bukan mengulang barang yang dulu, bukan mengcopy barangyang lama. Di dalam politik, Islampun orang tidak boleh meng-copy saja barang-barang yang lama, tidak boleh maumengulang saja segala sistem-sistemnya jaman kalifah-kalifah yang besar. Kenapa orang-orang Islam di sini selamanyamenganjurkan political system seperti di jamannya khalifah-khalifah besaritu? Tidakkah di dalam langkahnya zamanyang lebih dari seribu tahun itu perikemanusiaan mendapatkan sistem-sistem baruyang lebih sempurna, lebih bijaksana, lebih tinggi tingkatannya ketimbang dulu? Tidakkah zaman sendiri menjelmakansistem-sistem baru yang cocok dengan keperluannya – cocok dengan keperluanzaman itu sendiri? Apinya zamankhalifah-khalifah yang besar itu? Ah,lupakah kita bahwa api ini bukan mereka yang menemukan, bukan mereka yangmenganggitkan? Bahwa mereka mengambilsaja api itu dari barang yang juga kita di zaman sekarang mempunyainya, yaknidari Kalam Allah dan Sunnahnya Rasul?
Tetapi apa yang kita ambildari Kalam Allah dan Sunnahnya Rasul itu?Bukan apinya, bukan nyalanya, bukan!Abunya, debunya, ah, ya, asapnya!Abunya yang berupa celak mata dan sorban, abunya yang mencintai kemenyandan tunggangan onta, abunya yang bersifat Islam-muluk dan Islamibadat-zonder-taqwa, abunya yang tahu cuma baca Fatihah dan tahlil saja –tetapi bukan apinya yang menyala-nyala dari ujung jaman yang satu ke ujungzaman yang lain.
Begitulah saya punya seruandari Endeh. Mari kita camkan di dalamkita punya akal dan perasaan, bahwa kini kita bukan masyarakat onta, tetapimasyarakat kapal-udara. Hanya denganbegitulah kita dapat menangkap inti arti yang sebenarnya dari warisan Nabi yangmauludnya kita rayakan hari ini. Hanyadengan begitulah kita bisa menghormati Dia dalam arti penghormatan yangsehormat-hormatnya. Hanya dengan begitukita bisa sebenar-benarnya mengatakan bahwa kita adalah umat Muhammad bukanumatnya kaum faqih dan umatnya kaum ulama."
Pertanyaannya, bagaimana kita bisamendapatkan api dan intisari Islam? Itutidak bisa dilakukan dengan mengikuti Islam pada lahirnya sebagaimana dilakukankebanyakan faqih dan ulama. Tetapi kitaharus menghidupkan akal budi sekaligus rasa sejati, berfilsafat sekaligusbermetafisika, sehingga kita bisa menangkap makna bathin dari Kalam Allah danSunnah Rasulnya. Itulah yang disebut apiIslam oleh Soekarno! Dan berlandaskanapi Islam dan api dari Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha, bahkanagama-agama lokal itu, ia dan para foundingfathers yang bijak menetapkan Indonesia sebagai negara kebangsaanberlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan negara agama atau negara Islam alakaum faqih dan para ulama.
Karena panggilan darah dan kesadaranyang bersemi di relung hati yang paling dalam, saya harus dengan jujurmengatakan, bahwa saya memilih mengikuti para leluhur yang agung di Tanah JawaKi Ageng Kebo Kenongo, Sultan Hadiwijaya, Panembahan Senopati, Sultan Agung,juga Raden Ronggowarsito dan KGPAA Mangkunegoro IV. Terlebih, pada kasus saya pribadi, lewat lakuprihatin dan rangkaian meditasi dalam bimbingan guru saya, saya seperti menjadiwadah atau media bagi jiwa-jiwa masa lalu khususnya Ki Ageng Kebo Kenongo,Raden Ronggowarsito dan KGPAA Mangkunegoro untuk bisa hadir kembali pada masakini. Saya tak bisa meninggalkankeislaman saya, karena Islam telah melekat demikian kuat di dalam diri sayasebagai buah pendidikan sejak kecil, juga karena saya ditakdirkan hidup dalamkeluarga dan komunitas Islam, dan yang paling penting: saya masih bisamenemukan dimensi Islam yang teramat mempesona seperti yang ditampilkan olehIbnu Arabi, Suhrawardi, Jalaluddin Rummi dan para mistikus hebat lainnya.
Pilihan menganut Islam Kejawen, di satusisi memang benar-benar buah sebuah perjalanan ruhani yang bersifat pribadi.Saya memilih Islam Kejawen karena itu yang membuat saya tenteram, damai,mantap, seiring dengan terhubungnya diri saya pada masa lalu. Selain itu, pilihan ini membuat saya seakanpunya energi memadai untuk mengundang kehidupan penuh berkah yang begitu sayadambakan. Di sisi lain, pilihan ini jugamerupakan sesuatu yang logis seiring munculnya kesadaran bahwa diri sayapribadi mesti berkontribusi untuk mencegah negara ini menjadi negara gagal –meminjam istilah Francis Fukuyama. Saatini, kita mengalami degradasi moralitas, krisis identitas, kerusakan sumberdaya alam, mewabahnya kemiskinan, merebaknya kekerasan termasuk yang kekerasanatas agama. Itu semua adalah pertandabahwa kita punya potensi menjadi negara gagal.Agar kekhawatiran itu tak terjadi, kita perlu melakukan upayarevolusioner, dan yang terpenting adalah di bidang kebudayaan. Pilihan saya terhadap Islam Kejawen adalahsimbol kembalinya saya pada ajaran leluhur, simbol kembalinya saya padajatidiri, pada fondasi kebudayaan yang kukuh.Ini, jika dilakukan dalam skala masif, adalah pencapaian penting yangbisa menjadi titik tolak bagi perbaikan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada segala aspeknya. Begitu dari segi kebudayaan kita mengalamirevolusi ke arah yang lebih baik - ketika budaya Indonesia mengalami restorasisebagaimana Restorasi Meiji hingga pada titik kembali pada jatidiri, makaperbaikan pada aspek politik dan ekonomi tinggal menunggu waktu.
Rahayu.Kedamaian untuk kita semua!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Saya pribadi sangat mencintai ini.sy seorang muslim tp belum samp ke sana.dan mohon kepada satria pengging untk memberi ajaran kejawe.karm sy orang jawa.terimakasih
ReplyDeletePak Sumardjianto...monggo bisa mampir ke akun facebook saya, Satrio Dewantoro, atau bisa kontak ke 085659846447. Matur sembah nuwun.
ReplyDeletesaya jawa, dan muslim, karena pernah baca syahadat. dulu saya sangat yakin dengan islam, tapi sekarang saya pikir mengapa harus islam? saya lebih sreg dengan kejawen yang merdeka, yg tidak terkungkung oleh satu agama. islam kejawen tetap tidak bisa lepas dari arab. tapi, kejawen yang mandiri bisa mengambil dari semua agama.
ReplyDeleteBerbanggah hati menjadi Orang jawa dan Keturunan Jawa Tulen...Karna Jawa itu kaya dengan Tradisi..nilai nilai kawruh dan ajaran Budi pekerti yang Adiluhung...Bahkan orang Eropa banyak jauh jauh pergi kuliah ke Jogja / solo untuk belajar mengenai BUADAYA JAWA...tpi justru orang2 kita sendiri buta dg kearifan lokal ini...
ReplyDeleteTradisi Jawa Banyak dimaknakan dengan dengan simbol2 sebagai upaya menselaraskan manusia dengan alam,,tanah dan Tuhan,,Itu yang bnyak orang tiak memahami dan mensalah artikan hingga kemudian mengatakan hal itu sebagai Musyrik
Matur sembah nuwun Mas Ivan. Mugi2 kito sedoyo tansah wonten ing karaharjan.
ReplyDeletePak kalo boleh saya minta no telpmya..krn saya tki di taiwan
DeleteKlenik : merupakan pemahaman terhadap suatu kejadian yang dihubungkan dengan hukum sebab akibat yang berkaitan dengan kekuatan gaib (metafisik) yang tidak lain bersumber dari Dzat tertinggi yakni Tuhan Yang Maha Suci. Di dalam agama manapun unsur “klenik” ini selalu ada.
ReplyDeleteMistis : adalah ruang atau wilayah gaib yang dapat dirambah dan dipahami manusia, sebagai upayanya untuk memahami Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam agama Islam ruang mistik untuk memahami sejatinya Tuhan dikenal dengan istilah tasawuf.
Tahyul : adalah kepercayaan akan hal-hal yang gaib yang berhubungan dengan makhluk gaib ciptan Tuhan. Manusia Jawa sangat mempercayai adanya kekuatan gaib yang dipahaminya sebagai wujud dari kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta. Kepercayaan kepada yang gaib ini juga terdapat di dalam rukun Islam.
Tradisi : dalam tradisi Jawa, seseorang dapat mewujudkan doa dalam bentuk lambang atau simbol. Lambang dan simbol dilengkapi dengan sarana ubo rampe sebagai pelengkap kesempurnaan dalam berdoa. Lambang dan simbol juga mengartikan secara kias bahasa alam yang dipercaya manusia Jawa sebagai bentuk isyarat akan kehendak Tuhan. Manusia Jawa akan merasa lebih dekat dengan Tuhan jika doanya tidak sekedar diucapkan di mulut saja (NATO: not action talk only), melainkan dengan diwujudkan dalam bentuk tumpeng, sesaji dsb sebagi simbol kemanunggalan tekad bulat. Maka manusia Jawa dalam berdoa melibatkan empat unsur tekad bulat yakni hati, fikiran, ucapan, dan tindakan. Upacara-upacara tradisional sebagai bentuk kepedulian pada lingkungannya, baik kepada lingkungan masyarakat manusia maupun masyarakat gaib yang hidup berdampingan, agar selaras dan harmonis dalam manembah kapada Tuhan. Bagi manusia Jawa, setiap rasa syukur dan doa harus diwujudkan dalam bentuk tindakan riil (ihtiyar) sebagai bentuk ketabahan dan kebulatan tekad yang diyakini dapat membuat doa terkabul. Akan tetapi niat dan makna dibalik tradisi ritual tersebut sering dianggap sebagai kegiatan gugon tuhon/ela-elu, asal ngikut saja, sikap menghamburkan, dan bentuk kemubadiran, dst.
Kejawen : berisi kaidah moral dan budi pekerti luhur, serta memuat tata cara manusia dalam melakukan penyembahan tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Akan tetapi, setelah abad 15 Majapahit runtuh oleh serbuan anaknya sendiri, dengan cara serampangan dan subyektif, jauh dari kearifan dan budi pekerti yg luhur, “pendatang baru” menganggap ajaran kejawen sebagai biangnya kemusyrikan, kesesatan, kebobrokan moral, dan kekafiran. Maka harus dimusnahkan. Ironisnya, manusia Jawa yang sudah “kejawan” ilang jawane, justru mempuyai andil besar dalam upaya cultural assasination ini. Mereka lupa bahwa nilai budaya asli nenek moyang mereka itulah yang pernah membawa bumi nusantara ini menggapai masa kejayaannya di era Majapahit hingga berlangsung selama lima generasi penerus tahta kerajaan.
Klenik : merupakan pemahaman terhadap suatu kejadian yang dihubungkan dengan hukum sebab akibat yang berkaitan dengan kekuatan gaib (metafisik) yang tidak lain bersumber dari Dzat tertinggi yakni Tuhan Yang Maha Suci. Di dalam agama manapun unsur “klenik” ini selalu ada.
ReplyDeleteMistis : adalah ruang atau wilayah gaib yang dapat dirambah dan dipahami manusia, sebagai upayanya untuk memahami Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam agama Islam ruang mistik untuk memahami sejatinya Tuhan dikenal dengan istilah tasawuf.
Tahyul : adalah kepercayaan akan hal-hal yang gaib yang berhubungan dengan makhluk gaib ciptan Tuhan. Manusia Jawa sangat mempercayai adanya kekuatan gaib yang dipahaminya sebagai wujud dari kebesaran Tuhan Sang Maha Pencipta. Kepercayaan kepada yang gaib ini juga terdapat di dalam rukun Islam.
Tradisi : dalam tradisi Jawa, seseorang dapat mewujudkan doa dalam bentuk lambang atau simbol. Lambang dan simbol dilengkapi dengan sarana ubo rampe sebagai pelengkap kesempurnaan dalam berdoa. Lambang dan simbol juga mengartikan secara kias bahasa alam yang dipercaya manusia Jawa sebagai bentuk isyarat akan kehendak Tuhan. Manusia Jawa akan merasa lebih dekat dengan Tuhan jika doanya tidak sekedar diucapkan di mulut saja (NATO: not action talk only), melainkan dengan diwujudkan dalam bentuk tumpeng, sesaji dsb sebagi simbol kemanunggalan tekad bulat. Maka manusia Jawa dalam berdoa melibatkan empat unsur tekad bulat yakni hati, fikiran, ucapan, dan tindakan. Upacara-upacara tradisional sebagai bentuk kepedulian pada lingkungannya, baik kepada lingkungan masyarakat manusia maupun masyarakat gaib yang hidup berdampingan, agar selaras dan harmonis dalam manembah kapada Tuhan. Bagi manusia Jawa, setiap rasa syukur dan doa harus diwujudkan dalam bentuk tindakan riil (ihtiyar) sebagai bentuk ketabahan dan kebulatan tekad yang diyakini dapat membuat doa terkabul. Akan tetapi niat dan makna dibalik tradisi ritual tersebut sering dianggap sebagai kegiatan gugon tuhon/ela-elu, asal ngikut saja, sikap menghamburkan, dan bentuk kemubadiran, dst.
Kejawen : berisi kaidah moral dan budi pekerti luhur, serta memuat tata cara manusia dalam melakukan penyembahan tertinggi kepada Tuhan Yang Maha Tunggal. Akan tetapi, setelah abad 15 Majapahit runtuh oleh serbuan anaknya sendiri, dengan cara serampangan dan subyektif, jauh dari kearifan dan budi pekerti yg luhur, “pendatang baru” menganggap ajaran kejawen sebagai biangnya kemusyrikan, kesesatan, kebobrokan moral, dan kekafiran. Maka harus dimusnahkan. Ironisnya, manusia Jawa yang sudah “kejawan” ilang jawane, justru mempuyai andil besar dalam upaya cultural assasination ini. Mereka lupa bahwa nilai budaya asli nenek moyang mereka itulah yang pernah membawa bumi nusantara ini menggapai masa kejayaannya di era Majapahit hingga berlangsung selama lima generasi penerus tahta kerajaan.
Saya bisa dihubungi di 082126398355
ReplyDeleteJanmo tan keno selak bakal ngunduh wohing pakarti, rahay by kang manthoerrr
ReplyDeleteIslam Kejawen bisa jadi tidak dapat berkembang seperti harapan karena; tidak adanya lembaga pendidikan/ pondok pesantren yang mencetak guru-guru aliran Kejawen ataupun kearifan lokal lainnya. Akibatnya tidak ada penerus yang mengajarkan ajaran/aliran tersebut secara berkesinambungan.
ReplyDeleteIslam Kejawen bisa jadi tidak dapat berkembang seperti harapan karena; tidak adanya lembaga pendidikan/ pondok pesantren yang mencetak guru-guru aliran Kejawen ataupun kearifan lokal lainnya. Akibatnya tidak ada penerus yang mengajarkan ajaran/aliran tersebut secara berkesinambungan.
ReplyDeleteNgapunten kalau saya harus bilang "ANEH"
ReplyDeleteNgapunten kalau saya harus bilang "ANEH"
ReplyDeletemenarik sekali , saya sependapat bahwa kejawen merupakan ajaran yang sangat terbuka bagi keyakinan lain utk masuk saling mengisi ,asalkan sesuai dengan adat dan budaya jawa yang sangat menghormati sesama,semesta dan spiritual kpd Tuhan. budaya arab jelas berbeda dengan budaya jawa , Islam yang Jawani
ReplyDeletemenarik sekali , saya sependapat bahwa kejawen merupakan ajaran yang sangat terbuka bagi keyakinan lain utk masuk saling mengisi ,asalkan sesuai dengan adat dan budaya jawa yang sangat menghormati sesama,semesta dan spiritual kpd Tuhan. budaya arab jelas berbeda dengan budaya jawa , Islam yang Jawani
ReplyDeleteDikatakan Kejawen karena pakai bahasa dan budaya Jawa, kalau bahasa dan budaya Cina mungkin lain namanya. Islam dan Arab beda, seperti halnya Islam dan Jawa. Islam itu menurut pendapat saya ajaran spiritual, kalau untuk bangsa Arab disampaikan dengan Bahasa Arab, kalau di Jawa tentunya pakai bahasa Jawa. Tidak ada yg salah jadi orang Jawa atau Arab, atau Cina. Pada setiap kaum sudah ada manusia terpilih (di Jawa tdk disebut Nabi/ Rasul) yg mengajarkan nilai spiritual (Islam universal) sesuai dg bahasa dan budaya kaum itu sendiri. Kalau gak begitu ya gak yambung doong. Salam Aremania
ReplyDeletetak akan pernah bercampur antara yang haq dengan yang bathil,,,
ReplyDeleteHati hati yo le, dalam menjalankan keyakinanmu, sebab sudah banyak terjadi, gesekan antara yang merasa mempunyai Islam dengan Islam Kejawen, dikarenakan sikap jumawa para pemeluk Islam yang merasa agamanya paling benar, sudah menjadi kehendak Gusti kang akaryo jagad, bahwa agama tamu tersebut sempat berkuasa ditanah Jawa dengan awalan yang tidak santun(memberontak kepada Majapahit setelah diberi keleluasaan berkembang di tanah Jawa)dan sekarang sudah saatnya, kita mengambil kembali apa yang sudah mereka ambil dari leluhur kita, dengan cara yang santun(jangan seperti mereka)
ReplyDeleteUsulanku le, bahwa keyakinan leluhur kita yangadiluhung itu jauh lebih baik dari keyakinan import manapun, untuk itu mbah usulkan, gunakanlah ajaran/keyakinan leluhur tersebut secara murni (tidak terafiliasi oleh agama import)karena hal tersebut akan menimbulkan ketidakjelasan mengenai batasan-batasannya, dan juga dapat menimbulkan gesekan terhadap agama pendatang.
Untuk menghindari hal tersebut, gunakanlah ajaran leluhur asli, yang bisa mbah jabarkan dan bisa putu wayah renungkan, sbb
Agama tamu dengan tulisan-tulisannya sering melakukan propaganda kejayaan agama tersebut dengan bungkusan ala jawa.
Ada perbedaan mendasar yang tidak bisa di satukan antara keyakinan kejawen dengan agama yang sekarang ada terutama anggapan tentang Tuhan / Gusti Sang Yhang Wenang
Menurut keyakinan Kejawen :
1.Bahwa Tuhan maha welas asih sehingga tidak mungkin membuat neraka untuk menghukum manusia yng telah diciptakanNya, karena keyakinan kejawen hanya mengenal Hukum tuhan adalah hukum alam/hukum sebab akibat yang berlaku di dunia.
2.Bahwa Tuhan tidak pernah memerintah karena perintah hanya di lakukan oleh manusia yang sifatnya lemah sedangkan Tuhan maha segala galanya, apakah mungkin manusia bisa untuk tidak melaksanakan perintah Tuhan, kalau perintah agama tertentu mungkin…tetapi manusia bersukur pada Tuhan tidak harus dengan jumlah tertentu atau hanya di tempat tertentu..sebab Gusti Sang Yhang Wenang disembah kapanpun dan dimanapun
3.Tuhan tidak mempunyai sifat marah apalagi sampai melaknat-laknat melihat perilaku manusia yang jahat ,tetapi tidak akan bisa sedikitpun manusia lolos dari perbuatan yang telah di lakukan.semua akan menanggung akibatnya.hukum alam adalah hukum Tuhan. Sopo gawe nganggo, sopo nandur bakal ngunduh, maka berbuatlah baik dan tanamlah yang bermanfaat saja
4.Tuhan tidak mempunyai pesuruh/utusan (Rasul ataupun Malaikat)ataupun,simbol simbol yang lain karena setiap manusia bisa langsung berinteraksi dengan Gusti melalui laku spiritual,adanya Rasul/utusan sama dengan mengatakan bahwa Tuhan itu membeda bedakan ciptaanya dan lebih parah lagi bahwa Tuhan itu tidak mampu memberikan tuntunannya kepada manusia secara langsung sehingga harus melalui Rasul/perantara/calo dalam memberikan tuntunannya kepada manusia.
Demikian sekelumit perbedaan yang mendasar antara keyakinan Kejawen dan keyakinan pendatang, silahkan untuk direnungkan dan diresapi, lebih jauh bisa diperbandingkan (tidak diperdebatkan) dengan keyakinan lain yang ada di bumi Nusantara ini, bisa dikembangkan bagi yang sepaham,demi kemerdekaan spiritual orang jawa atau suku bangsa manapun yang sepaham,
agama Kejawen adalah agama perilaku bukan agama upacara….aji.trah Majapahit yang di bumi hanguskan demak 500 th lalu.
Hindu dan Budha juga bukan agama asli nusantara Bro... baca sejarah! aslinya nusantara Animisme, Hindu, Budha Islam dan Kristen adalah agama import. jadi jgn masalah Majapahit dijadikan alasan buat menjelekan Islam. Ada masa jayanya Hindu, ada masa jayanya Budha dan Demak adalah masa jayanya Islam di nusantara.
ReplyDeleteDuh Gusti mugia paring pitedah dateng kawula ingkang siweg pados kamulyaneng agesang saha teranging manah, Amargi kados sak gebyaring thathit kawula maos wontening akun kados sinambering gelap kagyet bilih seratan paduka jumbuh sanget kalih pemanggih ipun ikang abdi, pramila kula nyuwun nomor hp ingkang saged kawula srambahi.
ReplyDeleteHancurnya sebuah entitas adalah karena unsur2 yang membentuk entitas itu sudah rusak, rapuh, dan tak kuat lagi menyangga entitas tersebut. Begitu juga suatu peradaban, apakah itu Persia, Yunani, Romawi, Mesir kuno, India kuno, Mataram kuno, Majapahit, Dinasti Abasyiah, Turki Usmani, Andalusia, dll, adaah karena pemerintah dan masyarakatnya sudah rapuh, rusak, terdegradasi mental dan pikirnya, sehingga ada tiupan angin sedikit saja sudah hancur berkeping-keping.
ReplyDeletejadi pangkal utama kejatuhan majapahit itu bukan karena tiupan angin dari luar, tapi memang peradaban majapahit itu sendiri memang sudah rapuh dan mendekati kehancuran. Kaum brahmana sibuk dengan pengakuan dirinya, kaum ksatrianya banyak yang korup, kaum waysa pada pandai menipu, kaum sudra pada pemalas.
Orang berkesadaran tinggi tidak akan menyalahkan pihak luar sebagai penyebab, namun akan selalu mencari penyebabnya ke dalam diri sendiri. Jangan termakan hasutan untuk menebar kebencian dengan percaya kepada sebuah mitos bahwa peradaban majapahit (jawa) adalah sempurna tak tercela, di lain pihak menuding peradaban lain sebagai lebih rendah darinya.
Sikap mental kejawen sayang saya pelajari dan amati adalah, tak pernah menyalahkan, selalu sumeleh, mudah menerima yg lain, dan mudah meresap ke ajaran mana saja. Seperti orang jawa asli yang ramah, murah senyum, dan bisa menerima siapa saja dengan senyum dan hati terbuka.
Itulah kejawen, sodaraku.
Sangat setuju dan cocok skl, tapi sayang ajaran yg baik dan mulia ini tdk dijadikan bahan ajar/pendidikan. Dan tergilas oleh ajaran import yg sebenarnya tidak mendasar.
ReplyDeleteSampai kpn bangsa ini menyukai budaya/keyakinan import, sementara yg asli lebih sesuai dgn jati diri kita
ReplyDeleteSejatining Menungso iso nguasai Jatidiri masing2. AGAMA Hanya sbg Pengikat/ Penahan Diri agar tdk spt Binatang,Jd Islam Kejawen itu Lebih Mudah dipahami drpd ajaran2 dr negara2 Lain yg bersifat menjerumuskan tp belum tentu benar keabsahannya krn hanya mengandalkan Al-Quran dan Hadits.Contoh Sangat lah banyak yg Bisa dan Faham semua itu tp dia tdk bisa mengusai dirinya Lalu meniru Kelakuan yg tidak Baik hmmm APALAH ARTI DR SEMUA ITU
ReplyDelete.PERCUMA SIA-SIA
ISLAM Kejawen Sy ANUT Krn Sy Mengerti Akan AJARAN2 ISLAM Saat ini byk terbagi dgn terbagi - bagi dr segi GOLONGAN.Yg dimn saling membenarkan ajaran sendiri benar ,ajaran Orang Lain Salah.
Intinya AL-QURAN ADALAH KEBENARAN YG
NYATA DAN HADITS 2 ADALAH KISAH DAN PRILAKU NABI MUHAMMAD SAW. TP pd dasarnya Jaman semakin Modern semua bs dilakukan dgn kecanggihan Teknologi dgn byknya mengadu Domba Serta punya pemikiran Masing2 .Mn yg benar ato Salah.HANYA GUSTI ALLOH YANG MAHA TAHU SEGALANYA.
Sy KTP ISLAM TP Sejak byk ajaran 2 Islam serta Perdebatan oleh kelompok 2 tertentu. Di Tahun 2010 Sy Memutuskan Menganut Ajaran ISLAM KEJAWEN YG BERPEDOMAN PADA 2 KATA "ELING LAN WASPODO" Yg dimana sy pelajari dr 2 kata tersebut Sangatlah panjang N luas kalau diartikan.Matur Nuwun Semuanya Sy.R.M MAHENDRA Terlahir Di JOGYAKARTA.
Ada perbedaan menyolok antara Kejawen dengan Sunda wiwitan.
ReplyDeleteKejawen sudah kena pengaruh Islam, sehingga ada yang menyebutkan Islam Kejawen, sedangkan Sunda wiwitan sama sekali tidak terkontaminasi ajaran Islam, baik dala mengcapkan salam pembukaan, ataupun mengawali pekerjaan setiap harinya.
Misal dalam mau melaksanakan pekerjaan Kejawen banyak yang mengucapkan " Bismilah hirachman nirachim"
ASTAGFIRULLAHALADZIIM.. INNADDINA INGDALLAHIL ISLAM...
ReplyDelete:KEDJAWEN K : Kahuripan
ReplyDeleteE : Enothuk ( asal – usul )
D : Dawuh ( sabda )
J : Jesa ( prinsip )
A : Angger – angger ( hokum)
W : Wahono ( firman )
E : Elok ( Keajaiban )
N : Nowoso ( tuhan )
Kejawen Tulen tidak ada ada hubungannya dengan Islam. dan yang tahu Kedjawen yang Murni tidak banyak yang tahu, Hosoko djowo..
ReplyDeleteDJOMOBOROPONO WOSHOKOTHO
Heran dengan orang yang masih membanggakam ajaran leluhur. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa orng jawa bisa menganut islam? Pasti ada sesuatu yang kurang dari ajaran kejawen. Sudah menjadi sunatullah kita berinteraksi dengan dunia luar lalu mencari nilai yang paling cocok. Bagi saya Islam murni dengan mengizinkan kebudayaan jawa yang tak berlawanan dgn kitabulllah dan sunnah adalah pilihan cocok bagi orang jawa.
ReplyDeleteKetertarikan terhadap mistis gak membuat kita selamat. Apa yang dibuat ilmu kejawen melawan belanda? Dimana mirisnya jawa paling lama dijajah belanda di nusantara? Bukankah dengan semangat islam indonesia bersatu, dimana orang bugis bisa jadi raja di aceh? Dimana kitab bahasa melayu bisa karangan ulama aceh bisa masuk ke kalimantan? Apakah ilmu kejawen bisa membuat prestasi remeh seperti itu? Pakah ilmu kejawen yang diyakini oleh pak harto bisa membantu beliau memajukan negara ini? Nyatanya tidak karena dengan Malaysia pun kita kalah. Kita hanya menang jumlah saja.
Mau nanya, kira2 ajaran Kejawen itu ada bukunya nggak?? khususnya bagi @pasingsingan, dari sumber apa anda menulis itu?
ReplyDeleteTrus, ada yang tau maksudnya islam kejawen itu seperti apa sebenarnya??
Terima kasih. (kontak WA : 085733404436)
Thank you for the information.
ReplyDeleteSap Sd Training From India
Istilah kejawen buah dari dakwah islam model walisongo, watak asli org jawa itu liar dan beringas tdk ada istilah mengalah yg ada kesombongan "menang atau mati" atas peran walisongolah budaya tsb di alihkan sedikit demi sedikit ke peradaban islam tanpa membuang budaya setempat maka munculah istilah "ngalah, ngaleh, ngamuk" (Atlas Wali Songo)
ReplyDeletekita harus memberantas kejawen selayaknya memberantas pki sampai ke akarnya
ReplyDeletekalau tidak, ini akan merusak kaidah dan membawa kesesatan
negeri ini akan hancur karena bahaya laten
dasar bocah pekok, merasa dirinya paling benar,bocah seperti ini yg bisa menghancurkan negeri ini
DeleteAssalamualaikum Wr Wb
DeleteRahayu
Selalu ingat dan Waspada
Semua ini adalah tentang kematian. Nanti mau kemana kita coba panjenengan renungkan dan rasakan. Berkata yang baik saja. Lakukan yang baik saja. Jadilah rahmat bagi Alam. Matur sembah nuwun.
Waalaikumsalam. We. Wb.
Rahayy